Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Walaupun Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 100 basis points (bps) menjadi 5,75% periode Oktober 2011 sampai Februari 2012, namun perbankan belum jua menurunkan suku bunga kreditnya. Salah satu alasannya adalah, sektor finansial yang masih belum percaya diri.
"Coverage sektor finansial formal khususnya bank relatif rendah. Sementara sektor finansial informal atau shadow banking malah tinggi," kata Ekonom Senior dari Universitas Gajah Mada A. Tony Prasetiantono di Jakarta, Selasa (22/10).Selain itu, Tony bilang, jumlah nasabah perbankan juga masih rendah. Hanya 30% dari total masyarakat Indonesia yang sudah memikliki rekening bank.
Bahkan, jumlah kartu ATM yang tersebar saat ini baru mencapai 60 juta. "Kredit perbankan hanya 30% dari PDB (pendapatan domestik bruto). Bank belum bisa mengandalkan fee based income (pendapatan berbasis biaya), dan masih tergantung interest income (pendapatan bunga)," tambahnya.
Operasional mahal
Bank Indonesia diharapkan terus melakukan upaya guna mendorong industri perbankan mau menurunkan suku bunga kredit, salah satunya dengan mengeluarkan aturan suku bunga dasar kredit (SBDK), dimana bank-bank wajib mengumumkan suku bunga dasar untuk kredit korporasi, ritel, KPR dan non-KPR.
Lewat aturan tersebut, perbankan diharapkan bisa lebih efisien dalam menjalankan bisnisnya. Diharapkan, suku bunga kredit bisa lebih ditekan, sehingga banyak masyarakat yang bisa memanfaatkannya. Sayangnya hal ini belum juga dilakukan karena alasan wilayah Indonesia yang luas dan membuat ongkos operasional menjadi berat.
"Karena kondisi geografis, biaya mendirikan cabang di remote area menjadi mahal. Inilah alasan BOPO (beban operasional terhadap pendapatan operasional) perbankan Indonesia tidak apple to apple dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand, yang tidak memiliki kendala geografis," pungkas Tony.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News