Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perbankan terus berupaya mengoptimalkan pendapatan berbasis biaya dan komisi atau fee based income (FBI) di tengah tren penurunan margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) pasca pemangkasan suku bunga acuan. Pendapatan komisi itu diharapkan masih bisa menopang pertumbuhan perolehan laba hingga ujung tahun.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk misalnya menargetkan bisa membukukan fee based income tahun ini tumbuh sekitar 12%-14% dibandingkan 2018 yang tercatat Rp 11,9 triliun. Di separuh pertama, bank bersandi saham BBRI (anggota indeks Kompas100) ini berhasil menorehkan pendapatan dari fee dan komisi sebesar Rp 6,2 triliun atau meningkat 12,6% year on year (yoy).
Baca Juga: Ulang tahun perdana, De Entrance bekerja sama dengan BCA meluncurkan De Card Flazz
BRI akan membidik pertumbuhan fee based income itu dari transaksi di seluruh segmen, seperti dari transaction banking atau trade finance di segmen korporasi, agen Brilink di segmen Mikro serta e-channel, serta mobile banking dan internet banking di segmen konsumer.
"Selain itu, BRI terus berinovasi menciptakan produk dan layanan berbasis digital untuk memenuhi kebutuhan transaksi nasabah sehingga mampu menjadi sumber fee based income baru bagi BRI," ungkap Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI pada Kontan.co.id, Jumat (23/8).
Pada semester I 2019, fee based income BRI terbesar masih disumbang dari biaya administrasi deposito yang mencapai Rp 1,92 triliun atau berkontribusi 31%.
Baca Juga: Demi dorong sektor riil, analis ini sarankan BI untuk kembali pangkas suku bunga
Lalu disusul dari e-channel yang berkaitan dengan biaya sebesar Rp 1,82 triliun atau menyumbang 29%, biaya administrasi kredit Rp 791 miliar atau sekitar 13%, trade finance dan bisnis internasional Rp 804 miliar atau 13%, non e-channel Rp 392 miliar atau 16%, kartu kredit Rp 146 miliar atau 2 %, fee asuransi Rp 165 miliar atau 3 % dan lain-lain sekitar 3%.
Ke depan, BRI juga akan mengincar fee based income dari transaksi pembayaran lewat QR Code. Standardisasi QR Code (QRIS) menetapkan biaya merchant discount rate (MDR) 0,7% untuk transaksi reguler mulai awal 2020.
"BRI menargetkan pertumbuhan transaksi dari QRIS mencapai 15%-20% dengan potensi fee based income sekitar Rp 40 miliar per tahun." Tandas Haru.
Baca Juga: BRI targetkan fee based income tumbuh 12%-14% hingga akhir tahun
PT Bank Negara Indonesia Tbk juga terus mengupayakan kenaikan pendapatan non bunga naik baik secara nominal absolut maupun secara persentase. Anggoro Eko Cahyo, Direktur Keuangan BNI bilang, pertumbuhan akan dijaga agar lebih berkesinambungan.
Pada semester I 2019, bank ini mencatatkan fee based income tumbuh 11,6% yoy.
Sumber fee based income yang akan terus dioptimalkan adalah 10 besar penyumbang terbesar di paruh pertama yakni manajemen akun, bisnis kartu, ATM, pemeliharaan kartu debit, remitansi, trade finance, bank gransi, fee kredit sindikasi, pension fund dan custody.
Baca Juga: Fitch: Marketing sales properti masih bisa naik, tapi persaingan ketat
"Kami upayakan FBI tumbuh lebih cepat dan tinggi sehingga akumulasinya pada akhirnya mampu mengkompensasi NIM yang sempat turun ke 4,8%. Selain itu, kami juga terus upayakan peningkatan NIM ke kisaran 5% dengan mendorong interest income serta menekan interest expense," kata Anggoro.
Tak ketinggalan, PT Bank OCBC NISP Tbk juga akan terus mengotimalkan FBI dengan target bisa tumbuh di atas 20% hingga akhir 2019. Paruh pertama tahun ini, bank ini membukukan pendapatan berbasis komisi tumbuh 65% yoy.
Angjka ini tumbuh sangat signifikan lantaran tahun lalu pendapatan non bunga bank ini tidak terlalu optimal. Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC bilang, FBI itu akan dioptimalkan dari transaksi surat berharga, transaksi valuta asing, dan bancassurance.
Baca Juga: QRIS resmi dirilis, GoPay akan ganti QR code transaksi pembayaran secara bertahap
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA, anggota indeks Kompas100) juga akan terus mendorong pendapatan berbasis komisi guna mengoptimalkan perolehan laba hingga akhir tahun. Meskipun begitu, perseroan tidak mematok target secara spesifik yang akan dikejar.
Adapun di semester I, BCA mencatat FBI sebesar Rp 6,49 triliun atau tumbuh 17,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sumber utama pendukung pendapatan berbasis komisi bank swasta terbesar tanah air ini berasal dari administrasi dana pihak ketiga (DPK) dan proses transaksi kredit. Kenaikan itu terjadi karena adanya peningkatan jumlah akun dan transaksi.
Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan BCA berharap peningkatan jumlah transaksi pada jaringan elektronik juga akan menopang pendapatan fee BCA ke depan sejalan dengan perubahan perilaku nasabah.
Baca Juga: Penurunan suku bunga BI belum akan berdampak signifikan, ini kata pengamat properti
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News