kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Suku bunga turun, fee based income bank melaju kencang di triwulan III tahun ini


Kamis, 24 Oktober 2019 / 17:45 WIB
Suku bunga turun, fee based income bank melaju kencang di triwulan III tahun ini
ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank BRI akarta, (17/6). Bank terus berupaya mengoptimalkan fee based income di tengah penurunan margin bunga bersih seiring pemangkasan suku bunga acuan./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/17/06/2


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank terus berupaya mengoptimalkan pendapatan berbasis biaya dan komisi atau fee based income (FBI) di tengah tren penurunan margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) seiring pemangkasan suku bunga acuan. FBI ini diharapkan masih bisa menopang pertumbuhan perolehan laba hingga ujung tahun.

Upaya-upaya yang sudah terbukti berhasil mendorong pertumbuhan pendapatan non bunga sejumlah bank hingga kuartal III 2019. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya, mampu mencatat FBI sebesar Rp 8,13 triliun sepanjang Januari-September tahun ini. Capaian ini meningkat 13% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 (year on year/yoy).

Baca Juga: Bank Negara Indonesia (BNI) naikkan rasio pencadangan jadi 159,2% di kuartal III-2019

Sementara pada kuartal III 2018, FBI bank pelat merah ini hanya tumbuh sebesar 6% secara yoy. Performa pendapatan fee dan komisi yang cukup bagus ini turut membantu perolehan laba bersih BNI tetap tumbuh 4,7% di tengah perlambatan pertumbuhan net interest income (NII). Pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 3,3%, lebih rendah dari 10,6% pada triwulan III tahun lalu.

Pertumbuhan FBI BNI ini didorong dari pendapatan recurring fee. Adapun sumber pendapatan fee dan komisi perseroan berasal dari pemeliharaan account sebesar Rp 1,41 triliun yang tumbuh 16%, bisnis kartu Rp 1,18 triliun tumbuh 12,6%, dan ATM sebesar Rp 926 miliar tumbuh 16,5%.

Lalu pemeliharaan kartu debit Rp 326 miliar tumbuh 57,5%, remitansi Rp 172 miliar tumbuh 7,6%, trade finance Rp 909 miliar tumbuh 9,4%, marketable securities Rp 680 miliar tumbuh 58,1%, sindikasi Rp 325 miliar tumbuh 81,6% serta pendanaan pensiun Rp 125 miliar tumbuh 9%.

Direktur Manajemen Risiko BNI Rico Rizal Budidarmo mengatakan, FBI sangat penting untuk dijaga dalam jangka panjang. Ini akan jadi senjata bank menjaga laba di tengah NIM yang semakin menantang dan likuiditas yang kian ketat.

Baca Juga: RUPSLB Adira Finance tunjuk Dirut Bank Danamon sebagai Komisaris Utama

Tahun ini, BNI menargetkan FBI bisa tumbuh sekitar 10%-13%. Untuk mendorong pertumbuhan itu, perseroan akan mengoptimalkan trade finance, memperbanyak portofolio dari BUMN dan infrastruktur, dan menggarap bisnis konsumer lewat produk-produk berbasis teknologi. "Upaya-upaya ini diharapkan mendorong FBI," ujar Rico di Jakarta, Rabu (24/10).

Setali tiga uang, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) pun mencatatkan pertumbuhan fee based income cukup bagus. Pada kuartal III 2019, bank ini membukukan pendapatan fee dan komisi sebesar Rp 9,74 triliun atau tumbuh 13,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Hingga akhir tahun, BRI mematok target FBI tumbuh sekitar 12%-14%. Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan, pertumbuhan itu akan digenjot lewat transaksi berbasis fee seperti trade finance dari segmen korporasi.

"Lalu dari e-channel yang tidak hanya bersumber dari fee ATM, mobile banking dan internet banking melainkan juga dari 390.000 agen Brilink yang dimiliki BRI," katanya.

FBI bank berkode emiten BBRI (anggota indeks Kompas100) ini terutama ditopang dari fee yang berkaitan dengan trade finance dan bisnis internasional yang tercatat tumbuh paling tinggi yakni 24,7% yoy menjadi 1,25 triliun serta fee yang berkaitan dengan e-channel yang tumbuh 24,5% yoy menjadi Rp 2,97 triliun.

Fee dari non e-channel tumbuh 19,5% jadi Rp 638 miliar, fee kartu kredit tumbuh 11,6% menjadi Rp 202 miliar, administrasi deposito tumbuh 2,7% menjadi Rp 2,99 triliun, dan dari lain-lain tumbuh 4,7%.

Baca Juga: Segera gelar RUPSLB, lima mantan bankir Bank BTPN merapat ke Bank Artos

Transaksi e-channel banking BRI memang terus meningkat terutama lewat internet banking dan mobile banking tumbuh sangat signifikan dimana yang masing-masing tumbuh 124,6% menjadi 865,2 juta transaksi dan 25,7% menjadi 285 juta transaksi per September 2019. Sedangkan transaksi ATM hanya naik 4,4% jadi 1,71 miliar.

PT Bank Pembangunan Jawa Timur Tbk juga menorehkan pertumbuhan FBI sebesar 15,8% yoy menjadi Rp 425 miliar. Pertumbuhannya tersebut jauh lebih tinggi dari kuartal III 2018 yang hanya tercatat naik 9,26% yoy.

Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur mengatakan, pertumbuhan FBI tersebut ditopang oleh pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). "FBI kami didominasi oleh biaya administrasi DPK dan kredit,"ungkapnya.

Hingga akhir tahun, Bank Jatim menargetkan pendapatan non bunga tumbuh sekitar 12%. Untuk mencapai itu, bank daerah ini akan terus berupaya menggenjot kredit serta penghimpunan DPK terutama giro dan tabungan. Perseroan juga akan meningkatkan transaksi e-channel dan menjalin kerjasama dengan fintech.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×