Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Perbankan Indonesia harus siap-siap menghadapi kekeringan likuiditas valas tahun depan. Pasalnya, ketersediaan dolar AS tahun depan cenderung menipis seiring masih berlanjutnya krisis ekonomi di Eropa.
Ekonom Senior Standard Chartered Indonesia Fauzi Ichsan menuturkan perbankan di Eropa memasok sekitar 40% valas ke Asia. Padahal, saat ini perbankan di Eropa sendiri membutuhkan modal lebih untuk menutupi kerugian atas kepemilikan mereka di surat utang Yunani, Portugis, Irlandia, Spanyol, dan Italia. Pasar antarbank Eropa pun terancam bisa macet dan ujung-ujungnya tak bisa memasok valas ke perbankan Asia, termasuk Indonesia.
"Jadi salah kalau selama ini kita fokus ke perlambatan ekonomi. Harusnya kita fokus di likuiditas, khususnya valas." ujar Fauzi dalam Diskusi Outlook Ekonomi tahun 2012 yang digelar Standard Chartered Indonesia, Kamis (24/11).
Ia menjelaskan, investasi di Indonesia mayoritas dibiayai dalam dolar AS. Jika dolar AS semakin mahal, kredit investasi juga ikut mahal. Selain itu, impor bahan baku dan modal korporasi Indonesia sebagian besar juga menggunakan dolar AS. Jika likuiditas dolar mengering, aktivitas impor ini pun akan terpuruk. Alhasil, pembangunan proyek-proyek dari perusahaan di dalam negeri juga bisa terhambat dan pertumbuhan perekonomian pun jadi melambat.
Indikasi ketatnya likuiditas valas di perbankan dalam negeri saat ini bisa disimak dari Loan to Deposit Ratio (LDR) valas. LDR valas di perbankan cenderung meningkat tajam.
"Pinjaman valas lebih tinggi daripada dana pihak ketiga (DPK) valas. Kalau sudah tembus 100% bank akan mengalami defisit valas. Kalau likuiditas valas kering, bank akan kelimpungan" ungkap Fauzi.
Kendati demikian, ia menilai kondisi perbankan Indonesia masih sehat secara umum. Kredit perbankan masih memiliki ruang untuk tumbuh lebih tinggi. Tahun lalu kredit bank Indonesia terhadap PDB 28%. Sementara itu, negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia masing-masing 34%, 91%, 113%, dan 120%.
Untuk menjaga likuiditas valas tetap terjaga tahun depan dan mencukupi kebutuhan di dalam negeri jika likuiditas valas sangat kering, salah satu yang bisa dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan menerbitkan global bond.
"Kalau pemerintah bisa menerbitkan obligasi global dengan yield 4%, mestinya BI juga bisa menerbitkan dengan yield yang sama. Dana yang didapat BI nanti dikucurkan ke bank-bank Indonesia. Karena kalau bank sendiri yang masuk ke pasar modal internasional biayanya tinggi," papar Fauzi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News