kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,51   7,00   0.76%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahun depan, BCA jaga BOPO di kisaran 60% - 65%


Minggu, 11 Desember 2011 / 16:50 WIB
Tahun depan, BCA jaga BOPO di kisaran 60% - 65%
ILUSTRASI. Seorang karyawan menunjukkan kepingan emas di kantor Pegadaian Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/10/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/hp.


Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Bank Central Asia (BCA) menargetkan bisa menjaga efisiensi di tahun depan. Rasio efisiensi yang tercermin lewat Biaya Operational terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) tahun depan akan tetap dijaga maksimal 65%.

"Kami berharap kalau bisa mencapai 60%-65%," ungkap Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja, Jumat (9/12) usai menghadiri Bankers Dinner di
Gedung Bank Indonesia. Per akhir September 2011, BOPO BCA tercatat 61%, lebih kecil dibandingkan periode serupa tahun lalu sebesar 65,4%

Jahja menambahkan, penurunan efisiensi bukan berarti penyusutan biaya untuk ekspansi usaha. Pasalnya, agar terus tumbuh bank membutuhkan
dana cukup besar. Lantas, bagaimana menyiasatinya? Jahja mencontohkan pembelian mesin ATM. Jika tadinya harga satu mesin ATM sekitar US$
8.000, BCA bakal mencoba menekan menjadi US$ 6.000 per mesin. Dengan harga yang lebih murah, diharapkan jumlah mesin yang didapat bisa
lebih banyak.

"Nominalnya tetap sesuai anggaran tetapi unit kita tambah. Efisiensinya di situ," ujar Jahja.

Menurutnya, ekspansi harus terus dilakukan untuk mendukung potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dalam perspektif Bank Indonesia
bisa mencapai 7%. Agar angka tersebut tercapai, paling tidak pertumbuhan pembiayaan perbankan 21% per tahun atau 3 x pertumbuhan PDB.

Jahja beranggapan, jika inflasi bisa ditekan di bawah 5%, efisiensi atau BOPO akan turun.

Ekspansi perbankan tetap perlu karena kemampuan perbankan Indonesia untuk berkembang masih terbuka lebar. Dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, perbankan Indonesia masih ketinggalan dari segi ukuran permodalan.

Jahja menyebutkan, permodalan perbankan dalam negeri sepertiga dari bank-bank di Singapura dan Malaysia, serta seperdua dari perbankan Thailand, dan sepertiga bank di Malaysia.

"Untuk bisa menyamai mereka, pertumbuhan kita harus berlipat ganda. Kalau kita tidak mampu meningkatkan sarana dengan dana yang ada kita
akan kerdil terus. Overhead itu besar bukannya tidak efisien, melainkan untuk kejar ketertinggalan kita dengan negara tetangga,” tutur Jahja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×