Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan syariah menargetkan pembiayaan dan penghimpunan dana pihak ketiga masih akan tumbuh double digit tahun depan. Implementasi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Provinsi Aceh akan menjadi pendorong pertumbuhan bank syariah.
Toni Eko Boy Subari, Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) sekaligus merupakan Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri mengatakan, penyaluran pembiayaan perbankan tumbuh sekitar 11%-13% tahun 2020 dan 2021.
Sementara penghimpunan DPK ditargetkan sekitar 12%-13% dan rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Finance (NPF) akan dijaga di level 3% -3,25%.
"Tantangan perbankan syariah masih besar. Namun, kebijakan Qanun di Aceh akan menjadi pendorong pertumbuhan aset bank syariah tahun depan dan juga 2021," kata Toni baru-baru ini.
Baca Juga: Ingin naik kelas ke BUKU III, sejumlah bank syariah ini siap tambah modal tahun depan
Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk salah satu yang cukup optimistis dengan prospek pertumbuhan tahun depan.
Pembiayaan dan DPK masing-masing ditargetkan bisa tumbuh sekitar 20%.
Per September 2019, UUS CIMB Niaga mencatatkan pertumbuhan pembiayaan 29,1% year on year (yoy) menjadi Rp 31,1 triliun dan DPK tumbuh 21,1% yoy menjadi Rp 26,6 triliun. Sampai akhir tahun, unit usaha syariah ini optimis pembiayaan tumbuh 30% yoy.
Direktur Perbankan Syariah CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara mengatakan, pihaknya akan banyak fokus di sektor konsumer untuk mencapai target pertumbuhan tahun depan. "Segmen konsumer kami tumbuh cukup bagus. Saat ini portofolionya sudah mencapai 39%," katanya, Jumat (29/11).
Pengembangan perbankan syariah di tanah semula diharapkan bisa dilakukan salah satunya dengan spin off unit usaha syariah. Namun belakangan, pelaku industri melihat setelah spin off pertumbuhan bank syariah justru jadi melambat.
Pandji mengatakan, dalam lima tahun terakhir, unit usaha syariah justru tumbuh jauh lebih tinggi dari Badan Usaha Syariah (BUS). Oleh karena itu, pihaknya bersama asosiasi bank syariah meminta agar regulator menunda kewajiban spin off lima tahun lagi dari aturan yang mewajibkan paling lambat dilakukan 2020.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji agar kebijakan pemisahan atau spin off unit usaha syariah (UUS) untuk bisa direvisi. Regulator ini menginginkan agar Undang- Undang (UU) nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang merupakan dasar aturan spin off diamandemen.
Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), UUS wajib spin off 15 tahun sejak diterbitkannya UU Perbankan Syariah. Artinya, semua UUS sudah harus berdiri sendiri menjadi badan usaha pada tahun 2023.
Baca Juga: Dorong Ekspansi Bisnis, Bank Syariah Terus Menambah Modal
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan, keinginan agar aturan spin off direvisi lantaran dalam perkembangannya, bank syariah justru sulit tumbuh setelah spin off menjadi badan usaha.
"Kita melihat pertumbuhan setelah spin off lambat. Padahal waktu nempel ke induknya tumbuh kencang," ujar Slamet di Jakarta baru-baru ini.
Sementara pendekatan OJK dalam mengembangkan perbankan syariah lebih pada perkembangan portofolio bukan pada lembaganya. Menurut Slamet, percuma juga punya banyak bank syariah tapi portofolionya tidak berkembang.
Jika dimungkinkan, OJK berharap aturan spin off bisa dimodifikasi lagi. Perlu dikaji lagi lebih dalam apa pengertian spin off itu sendiri.
"Apakah bisa badan hukumnya bisa menempel ke induknya. Kemudian tidak perlu bangun gedung, tapi bisa join cost. Ini sedang kita bahas. Tim OJK sudah melakukan kajian itu," kata Slamet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News