kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Tahun ini likuiditas perbankan akan semakin ketat


Jumat, 04 April 2014 / 11:53 WIB
Tahun ini likuiditas perbankan akan semakin ketat
ILUSTRASI. Promo 11.11 Hokben Diskon 4 Hoka Hemat Jadi Rp 99.000, Berlaku 11-13 Nov 2022


Reporter: Herry Prasetyo | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Ibarat darah dalam tubuh, jika alirannya tak lancar akan membuat tubuh kita sakit. Begitu pula di bank, jika aliran dananya tak lancar maka bakal menyebabkan bank itu kesulitan likuiditas. Ujungujungnya, tak cuma banknya menjadi limbung tapi akan mengancam perekonomian.

Kondisi seperti itulah yang menimpa perbankan kita sejak medio tahun lalu. Mengetatnya likuiditas tersebut tergambar dari melambatnya pertumbuhan simpanan di bank, sementara penyaluran kredit mengalir lebih kencang.

Alih-alih membaik setelah pergantian tahun ini, likuiditas bank semakin seret. Lihat saja, mengutip data Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2014, rasio pinjaman terhadap simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) mencapai 90,47% atau jauh di atas bulan yang sama tahun lalu sebesar 83,47%. Pangkal soalnya adalah penyaluran kredit tumbuh 21,6% sedangkan dana pihak ketiga (DPK) hanya naik 13,6% sepanjang tahun lalu.

Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, mengatakan, tren penurunan likuiditas di sistem perbankan sudah terjadi sejak tahun lalu. Selain ekspansi kredit yang tinggi, penurunan likuiditas juga dipengaruhi ketidakpastian situasi ekonomi dan moneter dunia. Perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan penurunan pertumbuhan ekonomi di China dan India mengakibatkan modal asing hengkang dari negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya, sebagian DPK bank, yang sensitif terhadap perubahan ekspektasi imbal hasil dan suku bunga jangka pendek, menurun.

Faktor lain, menurut Halim, adalah pertumbuhan permintaan domestik yang kuat selama beberapa tahun terakhir. Alhasil, laju impor semakin kencang sehingga kebutuhan valuta asing (valas) yang dibeli menggunakan rupiah ikut meningkat. Sebaliknya, laju ekspor justru melemah sehingga pasokan rupiah dari penukaran valas berkurang. Ujungnya, “Simpanan di perbankan tidak bisa meningkat dan kecepatan pertumbuhan DPK pelan-pelan menurun,” kata Halim.

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis bilang, likuiditas bank pada awal tahun ini memang ketat, terutama dialami bank pembangunan daerah (BPD) dan bank kecil yang masuk kelompok bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) 1. Maklum, banyak dana pemerintah daerah belum masuk ke BPD. Selain itu, banyak perusahaan menarik dana simpanannya untuk membayar berbagai kebutuhan.

Meski begitu, menurut Irwan, kondisi likuiditas per Maret 2014 sudah lebih longgar. Indikatornya terlihat dari rasio alat likuid (AL) terhadap non core deposit (NCD). Pada pekan ketiga Maret 2014, rasio AL/NCD bank berada di level 80,47%, jauh di atas ambang batas rasio AL/NCD sebesar 50%.

Indikator lain adalah rasio AL/DPK yang berada di level 16,8% atau jauh di atas batas bawah rasio AL/DPK sebesar 10%. Artinya, bank punya cadangan dalam bentuk surat berharga yang cukup kuat untuk menutup kewajiban jangka pendek berupa penarikan dana nasabah.

Berlanjut akhir tahun

Namun, Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surdjaudjaja mengaku, likuiditas perbankan saat ini masih ketat. Taksirannya, kondisi ini masih akan bertahan hingga pertengahan tahun. Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja menimpali, likuiditas bank akan tetap ketat selama laju permintaan kredit lebih besar ketimbang penambahan DPK.

Tak heran, belakangan ini, bank gencar menghimpun dana masyarakat dengan iming-iming bunga tinggi, bahkan di atas bunga penjaminan. Di sisi lain, BI dan OJK meminta bank mengerem kucuran kredit tahun ini dengan mematok target pertumbuhan 17%. Jika semua bank patuh, Halim bilang, likuiditas perbankan akan tetap aman sehingga tidak ada bank yang semaput. Kalau kredit tumbuh 17% sementara DPK naik 15%, bank punya bantalan likuiditas yang cukup. “Kalau kredit tumbuh seperti tahun lalu sementara DPK tumbuh separuhnya, buffer likuiditas akan tergerus,” imbuh Irwan.

Demi menambah bantalan likuiditas, BI sebenarnya telah meminta bank menaikkan secondary reserve dari 2,5% menjadi 4% dari total DPK sejak kuartal IV–2013. Agar distribusi likuiditas merata, Halim bilang, BI juga mendorong bank melakukan pinjaman antarbank melalui skema mini master repurchase agreement (MRA). Saat ini, 60 bank telah berpartisipasi dengan total outstanding repo mencapai Rp 47 triliun.

Sementara, OJK akan terus memonitor indikator likuiditas individu bank. Irwan mengatakan, OJK juga mendorong bank meningkatkan manajemen likuiditas serta melakukan pendalaman pasar keuangan.


Kendati kucuran kredit dikurangi, lembaga riset ICRA Indonesia memperkirakan likuiditas perbankan sepanjang tahun ini akan tetap ketat. Kreshna D. Armand, Assistant Vice President Financial Institution ICRA Indonesia, meramal LDR perbankan hingga akhir tahun nanti bisa lebih tinggi hingga mencapai 90%–95%.

Pengetatan likuiditas, menurut Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa, sejatinya disebabkan kebijakan moneter ketat BI. Lantaran suku bunga acuan alias BI rate naik, banyak dana masyarakat terserap di Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Pemerintah juga turut andil dalam masalah ini. Purbaya bilang, per Maret 2014, duit pemerintah yang diparkir di rekening pemerintah di BI mencapai Rp 216 triliun. Seandainya dana tersebut masuk ke sistem perbankan, likuiditas perbankan akan longgar. Kebijakan moneter ketat ala BI dan pengereman laju kredit itu justru lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Kalau kebijakan moneter tak berubah, lanjut dia, perekonomian Indonesia ke depan akan terus melambat.

Waspadalah, tanda-tanda bahaya itu makin kentara!

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 27 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×