Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati kondisi ekonomi masih belum stabil ditambah tren pelemahan rupiah. Sejumlah bank menyebut penyaluran kredit ke sektor korporasi terutama infrastruktur tak mengalami kendala.
Direktur Korporasi PT Bank Mandiri Tbk, Royke Tumilaar misalnya menyebut, memang ada beberapa proyek infrastruktur yang dilakukan evaluasi terkait penyaluran kreditnya. Namun, hal tersebut tak membuat pembiayaan ke sektor infrastruktur maupun segmen korporasi terhambat.
Sebabnya, hampir seluruh debitur korporasi Bank Mandiri telah sebelumnya melakukan lindung nilai (hedging). Belum lagi, Bank Indonesia (BI) memang telah mewajibkan korporasi untuk melakukan hedhing paling sedikit 25% antara aset valuta asing minimum. kewajiban valas bagi utang luar negeri (ULN) korporasi.
"Tidak ada spekulasi, perusahaan kan harus ikutin Peraturan BI dan ada minimal hedgingnya, jadi tidak ada orang spekulasi Rupiah melemah," katanya saat ditemui di Jakarta, Jumat (5/10).
Bahkan, hingga tahun ini bank berlogo pita emas ini mematok pertumbuhan kredit korporasi dapat menembus 12% dibandingkan dengan pencapaian pada tahun sebelum. Dus artinya, tahun ini Bank Mandiri mengincar realisasi kredit korporasi dapat mencapai Rp 297,4 triliun.
Pun sampai dengan akhir September 2018 lalu, kredit korporasi Bank Mandiri setidaknya sudah mengalami peningkatan di atas 10%.
"Kalau korporasi cukup agresif mungkin di 12%, sekarang juga kayaknya cukup tinggi di atas 10% dan antisipasi saya ada banyak proyek yang kita biayain jadi harus di atas 10%," sambungnya.
Adapun, selain ditopang dari kredit infrastruktur. Kredit korporasi Bank Mandiri juga ditopang dari beberapa sektor yang memang tengah membaik antara lain perusahaan makanan dan minuman (food and beverages), sektor kesehatan seperti Rumah Sakit, serta sektor komoditas.
Pihaknya menjelaskan, pertumbuhan kredit pada debitur-debitur yang bergerak di sektor komoditas tengah menguat sejalan dengan perkembangan harga komoditas di pasar global seperti batu bara dan minyak mentah.
Salah satu optimisme Bank Mandiri dalam mencetak target kredit korporasi dua digit juga dikarenakan ada sejumlah proyek infrastruktur yang bakal diteken dalam waktu dekat.
Royke mencontohkan, pada Rapat Tahunan Dana Moneter Nasiona (IMF) dan Bank Dunia pada pekan depan, pihaknya akan menyalurkan kredit sindikasi kepada PT Hutama Karya senilai Rp 9 triliun.
Kredit ini nantinya akan dipakai untuk mendanai proyek Tol Trans Sumatera. Bank Mandiri menyebut bank plat merah dan bank daerah serta juga akan berpartipasi dalam sindikasi tersebut. "Ada banyak bank yang terlibat, pastinya Himbara. Mungkin Bank Himbara porsinya Rp 1 triliun sampai Rp 2 triliun. Sisanya Bank Daerah sekitar Rp 250 miliar sampai Rp 500 miliar," ungkapnya.
Sayangnya, Royke belum dapat merinci bank mana saja yang ikut bertipasi dalam kredit sindikasi proyek tol Trans Sumatera tersebut.
Sebagai gambaran, bila merujuk pada laporan keuangan bulan Agustus 2018 lalu, Bank Mandiri sudah menyaluran kredit secara total sebesar Rp 665,51 triliun. Kredit ini tercatat tumbuh 11,92% secara year on year (yoy).
Sementara itu, bank plat merah lain yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga menuturkan kredit korporasi tetap menjadi salah satu segmen yang tumbuh paling baik. Meski tidak merinci, Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta bilang secara tahunan di kuartal III 2018 pertumbuhan kredit korporasi masih di atas dua digit.
"Korporasi sejauh ini masih baik, secara yoy tumbunya masih double digit," singkatnya kepada Kontan.co.id, Jumat (5/10). Herry menjelaskan, walau kondisi Rupiah saat ini tengah mengalami pelemahan hal tersebut tak membuat penyaluran kredit ke nasabah korporasi terhenti.
Pasalnya, proyek-proyek yang terhenti akibat pelemahan Rupiah antara lain dikarenakan ada rekalkulasi terhadap beberapa material yang harus impor. Sementara proyek yang komponennya bisa didapat di dalam negeri, praktis tidak mengalami masalah sama sekali.
Sampai akhir tahun, pihaknya meyakni kredit korporasi masih bisa tumbuh di atas dua digit. Salah satunya didorong oleh perbaikan bisnis di sektor manufaktur dan agribisnis.
BNI pun juga ikut dalam pembiayaan sindikasi ke proyek infrastruktur Pemerintah salah satunya Tol Trans Sumatera. Sekretaris Perusahaan BNI, Ryan Kriyanto mengatakan BNI masih tetap aktif dalam membiayai kredit infrastruktur dasar. Antara lain di ketenagalistrikan, jalan tol, energi, dan telekonominasi.
Menurutnya, prospek pada segmen ini masih cukup baik. Namun dengan apresiasi Dollar Amerika Serikat yang naik, BNI tentu makin berhati-hati dan selektif membiayai di semua sektor, termasuk infrastruktur. "Debitur yang punya pengalaman jangka panjang menghadapi berbagai situasi ekonomi dan tahan banting menjadi debitur yang layak dibayai," ungkapnya.
Strategi ini dilakukan bank berlogo 46 ini untuk menjaga kualitas aset BNI agar dapat dijaga dengan baik, sekaligus mencegah kenaikan kredit macet alias non performing loan (NPL).
Di sisi lain, PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) juga menyebut akan ikut menyalurkan kredit tol Trans Sumatera. Sekretaris Perusahaan Bank Sumut Syahdan Siregar menuturkan Bank Sumut akan membiayai pembangunan ruas tol Medan-Tebing Tinggi.
"Prospek kredit korporasi masih cukup baik, dengan adanya proyek infrastruktur terutama tol ruas Sumatera. Fluktuasi Rupiah juga belum menganggu secara signifikan karena untuk jalan tol masih dominan kandungan lokal," sebutnya.
Sejauh ini, Bank Sumut tercatat sudah menyalurkan kredit korporasi mencapai Rp 1,08 triliun per Agustus 2018. Sayangnya, Syahdan belum dapat merinci besaran kenaikan kredit tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News