kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Takut memicu gejolak, BI pilih kompromi


Selasa, 05 Juni 2012 / 08:00 WIB
Takut memicu gejolak, BI pilih kompromi
ILUSTRASI. Ilustrasi pajak, tax Amnesty Jakarta (04/14). Kontan/Panji Indra


Reporter: Roy Franedya, Nurul Kolbi | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya mempublikasikan isi aturan kepemilikan bank di hadapan para bankir, Senin (4/6). Beleid yang bakal meluncur pada 27 Juni itu menenangkan hati para pemilik bank. Mereka tidak serta merta harus melepas sahamnya. Hanya bank yang tak sehat dan tata kelolanya atau good corporate governance (GCG) buruk yang wajib mendivestasikan sahamnya.

Selama memiliki performa baik, pemegang saham mayoritas bank papan atas seperti CIMB Niaga, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Central Asia (BCA), UOB, OCBC NISP, Bank Danamon, PaninBank, atau Bank Permata tidak usah khawatir. Mereka berhak terus mengempit saham bank miliknya. Dengan kata lain, dominasi kepemilikan asing tidak tersentuh.

BI memang membuat kategorisasi pemegang saham. Pemilik berlatar individu dibatasi maksimal 20%. Sedangkan induk usaha non-lembaga keuangan boleh menggenggam saham 30% dan perusahaan keuangan maksimal 40%.

Namun, ketentuan ini hanya berlaku bagi bank yang tingkat kesehatan dan GCG di bawah level 2. Bank di level 3,4 dan 5, punya kesempatan memperbaiki diri dengan jangka waktunya 3x6 bulan atau 1,5 tahun. Jika awal tahun 2014, mereka mampu berbenah, pemilik wajib melakukan divestasi sahamnya.

Dalam menghitung tingkat kesehatan, BI merujuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Adapun untuk GCG, rujukannya PBI No. 8/4/PBI/2006. Kedua aturan ini mewajibkan bank melakukan penilaian sendiri (self assessment), lalu menyampaikan hasilnya ke BI. Dari sinilah, BI akan menilai level kesehatan dan GCG bank

Bank dengan tingkat kesehatannya 1 dan 2 dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif dari perubahan bisnis dan faktor eksternal lainnya. Sedangkan GCG, nilai maksimal 5. Kewenangan menilai ini ada di pengawas bank.

BI memberikan masa transisi bagi bank yang terkena kewajiban divestasi. Jika bank melepaskan saham baru (rights issue) dan sahamnya tak laku di pasar, BI membolehkan pemilik lama jadi pembeli siaga. Namun, setelah 5 tahun, mereka harus melepas saham tersebut ke pasar.

Sumber KONTAN di BI bercerita, pengaitan aturan dengan tingkat kesehatan merupakan cara BI berdamai dengan keadaan. Sebelum opsi itu muncul, BI menggelar simulasi divestasi dengan asumsi seluruh bank wajib divestasu dan masa transisi 10 tahun. "Kesimpulannya investor tak mampu serap saham. Jika dipaksakan, asing lagi yang membeli," ujarnya.

Direktur Utama Bank Ina, Eddy Guntarjo bilang, kebijakan ini masih menimbulkan kebingungan, apakah aturan hanya berlaku pada investor baru, termasuk tujuan aturan, membendung penetrasi asing atau prudential banking.

Ketua Umum Persatuan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono mengatakan, kebijakan ini jauh lebih melegakan dibandingkan informasi yang sebelumnya beredar bahwa aturan ini berlaku untuk semua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×