Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Target pertumbuhan kredit perbankan sebesar 8–11% hingga akhir 2025 kian sulit tercapai.
Meski demikian, prospek pertumbuhan kredit pada 2026 diperkirakan akan membaik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit per Oktober 2025 sebesar 7,36% secara tahunan (year on year/YoY), melambat dibandingkan September 2025 yang tumbuh 7,70% YoY.
Baca Juga: BSI Siapkan Uang Tunai Rp 15,49 Triliun Jelang Akhir Tahun
Berdasarkan jenis kredit, hanya kredit investasi yang mencatat akselerasi dengan pertumbuhan 15,72% YoY, naik dari 15,18% YoY pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja melambat menjadi 2,39% YoY dari 3,37% YoY, dan kredit konsumsi turun menjadi 7,03% YoY dari 7,42% YoY.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menilai, perlambatan ini erat kaitannya dengan meningkatnya porsi undisbursed loan atau fasilitas kredit yang belum dicairkan.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, undisbursed loan pada Oktober 2025 mencapai 22,97% dari total plafon kredit, naik dari 22,54% pada September 2025.
Menurut David, terdapat beberapa faktor yang mendorong peningkatan undisbursed loan, salah satunya ekspektasi penurunan suku bunga lanjutan dari sisi nasabah.
“Ada nasabah yang menunggu suku bunga turun lebih lanjut supaya bisa menarik kredit dengan bunga yang lebih rendah,” ujar David dalam temu media di Jakarta, Senin (15/12/2025).
Baca Juga: BCA Cetak Laba Rp 52,7 Triliun Per November 2025
Selain itu, pelaku usaha juga cenderung menunda realisasi proyek karena masih ragu terhadap kekuatan permintaan di pasar. “Kalau mereka ambil kredit modal kerja, khawatirnya permintaan masih lemah,” imbuhnya.
Sejalan dengan kondisi tersebut, big data BCA yang menghimpun data dari sekitar 300.000 perusahaan menunjukkan adanya perlambatan belanja pelaku usaha.
Hingga 7 Desember 2025, pertumbuhan belanja modal (capex) tercatat 12,26% YoY, sedikit melambat dibandingkan kuartal III-2025 yang sebesar 12,58% YoY.
Meski melambat, David menilai tingkat capex tersebut masih mencerminkan kecenderungan ekspansi. Ia mencatat, belanja modal di sektor mineral banyak diarahkan untuk diversifikasi usaha, sementara perusahaan kelapa sawit (CPO) fokus pada program peremajaan tanaman (replanting).
Ke depan, arah pertumbuhan kredit sangat bergantung pada kemampuan perbankan dalam memutar likuiditas yang tersedia. Faktor psikologis masyarakat dan investor juga menjadi penentu utama.
“Berapapun dana yang masuk ke perbankan, mau Rp 1 triliun sampai Rp 200 triliun, tidak akan berarti jika permintaan kredit lemah dan perputaran uang tidak terjadi,” tegas David.
Baca Juga: Pengendali Victoria Insurance (VINS) Ambil Opsi Private Placement Rp 13 Miliar
Ia memproyeksikan pertumbuhan kredit pada 2026 berpeluang mencapai 9–10%, seiring membaiknya kondisi makro dan mulai optimalnya pelaksanaan program strategis pemerintah, termasuk Danantara.
David mengakui, fase konsolidasi pada semester I-2025, termasuk realokasi anggaran besar ke program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Danantara, belum memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Memang saat ini dampaknya belum optimal. Harapannya, tahun depan proyek-proyek pemerintah bisa lebih mendorong perputaran ekonomi,” pungkasnya.
Selanjutnya: Tiga Siklon Kepung Indonesia, BMKG Tingkatkan Kewaspadaan
Menarik Dibaca: Nikmati 15 Promo Makanan & Minuman HUT BRI ke-130, J.CO hingga Marugame Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













