Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memasang target baru pertumbuhan kredit perbankan pada 2026 di kisaran 8%–12%, lebih tinggi dari target tahun ini yang hanya 8%–11%. Optimisme BI muncul di tengah kondisi siklus keuangan yang masih berada di bawah potensial hingga tahun depan.
Tantangan mengejar target pun tak kecil. Per Oktober 2025, pertumbuhan kredit industri baru 7,36% secara tahunan, melambat dari September yang mencapai 7,70% secara tahunan.
BI melihat salah satu penghambat laju pertumbuhan kredit adalah suku bunga yang masih tinggi, yakni di 9% per Oktober 2025. Asal tahu saja, level itu cuman turun 20 bps dari awal tahun, jauh lebih lambat dibanding penurunan BI-Rate yang mencapai 125 bps sepanjang 2025.
Baca Juga: Fee Based Income Jadi Penopang Kinerja Bank di Akhir Tahun 2025
Tingginya suku bunga deposito spesial rate untuk deposan besar yang kini mencapai 5,21%, dengan porsi hingga 27% dari total DPK menjadi penyebabnya. Kondisi ini dinilai menciptakan distorsi karena kuatnya posisi tawar deposan jumbo dalam struktur perbankan yang gemuk.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, prospek kredit 2026 relatif lebih cerah sepanjang belanja pemerintah dapat dipercepat sejak awal tahun.
Menurut Andry, sepanjang 2025 ekonomi memang sempat kehilangan momentum akibat fase konsolidasi pemerintahan baru. Namun di semester II-2025, indikator konsumsi mulai pulih.
“Tahun 2026 kami harapkan tidak terjadi lagi. Jadi kalau akselerasi bisa berjalan dan bertumbuh, tentu akan berdampak kepada bank termasuk penyaluran kredit,” ungkap Andry, Kamis (3/12/2025).
Andry menyebut percepatan belanja pemerintah berpeluang menambah pendapatan kelompok kelas menengah, yang selama ini menjadi penopang DPK, penerimaan pajak, serta permintaan kredit, khususnya di segmen konsumsi dan UMKM. Bila pendapatan kelas menengah kembali tumbuh, tekanan pada kualitas aset pun berpotensi mereda.
Baca Juga: Risiko Kredit Membaik, Namun Beban Pencadangan Bank Masih Berpotensi Meningkat
Andry juga mencermati likuiditas perbankan tahun ini juga membaik. Loan to Deposit Ratio (LDR) kini berada di 84,26%. Meski begitu, tantangan utama tetap berada pada kredit modal kerja (KMK) yang porsinya 53% dari total kredit, tetapi tumbuh melambat.
Andry memperkirakan momentum permintaan kredit akan lebih kuat di 2026, terutama karena pola musiman, yakni Ramadan–Lebaran di kuartal I, panen di kuartal II, dan libur sekolah di kuartal III. Dengan injeksi likuiditas fiskal yang diproyeksikan lebih merata, tekanan likuiditas di perbankan diperkirakan mereda.
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menilai batas bawah pertumbuhan kredit 8% jauh lebih realistis tahun depan.
Bhima mencermati ada sejumlah risiko yang dapat menahan laju kredit tahun depan, di antaranya pelemahan harga komoditas yang bergantung pemulihan China dan India, ketidakpastian tarif AS dapat menghambat kredit berorientasi ekspor, dan tekanan pada pendapatan kelas menengah yang menahan permintaan kredit konsumsi dan UMKM.
Selain itu, Bhima menilai efisiensi anggaran pemerintah daerah, termasuk dana transfer daerah yang naik 24%, ikut mempengaruhi keyakinan perbankan dalam menyalurkan kredit.
Bhima memproyeksikan pertumbuhan kredit 2026 berada di sekitar 8%, sementara pada tahun ini hanya 7,3%–7,6%.
Baca Juga: BNI Pastikan Layanan di Sumatra Kembali Normal Usai Banjir
Sektor yang menurut Bhima bisa menjadi motor pertumbuhan kredit di antaranya makanan-minuman dan pertanian, yang mana didorong program kedaulatan pangan (MBG), kemudian konstruksi yang sejalan dengan target 3 juta rumah, energi terbarukan melalui program elektrifikasi pedesaan 100 GW, dan experience economy seperti konser, film, restoran, pertunjukan, dan hotel, yang diperkirakan tumbuh kuat.
Dari sisi perbankan, pertumbuhan kredit umumnya berada dalam jalur. Ditilik dari 10 bank terbesar, cuman Bank Mandiri yang berhasil menumbuhkan kreditnya dua digit per Oktober 2025, yakni sebesar 11,07% secara tahunan menjadi Rp 1.403,79 triliun.
Selain itu ada BNI yang berhasil mengerek kredit 8,78% secara tahunan menjadi Rp 795,21 triliun. Angka ini jauh di atas rata-rata pertumbuhan kredit bank secara industri yang masih di bawah 8% dalam periode tersebut. BCA juga hanya mampu mengerek kredit sebesar 7,63% secara tahunan menjadi Rp 923,54 triliun.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menambahkan, bank masih optimistis kondisi perekonomian Indonesia dapat mencatatkan pertumbuhan positif hingga akhir tahun ini. Sejalan dengan itu, pihaknya memproyeksikan penyaluran kredit dapat terus tumbuh sepanjang 2025.
Pasalnya, posisi pertumbuhan kredit BCA saat ini pun sejalan dengan target pertumbuhan kredit dalam Rancangan Bisnis Bank (RBB) sebesar 6-8% yang turut diiringi terjaganya kualitas pembiayaan.
“Pada prinsipnya, BCA akan terus mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin,” kata Hera.
Selanjutnya: Asosiasi Petani Kelapa Dukung Hilirisasi Kelapa oleh Investor China di Morowali
Menarik Dibaca: 9 Mitos Tata Letak Dapur yang Sudah Nggak Relevan di 2025, Ayo Coba Gaya Baru!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













