kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Tekfin Alami tengah menjaring kemitraan dengan lembaga keuangan syariah


Rabu, 04 Juli 2018 / 21:43 WIB
Tekfin Alami tengah menjaring kemitraan dengan lembaga keuangan syariah
ILUSTRASI. Ilustrasi Fintech


Reporter: Puspita Saraswati | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Alami, tekfin agregator syariah pertama di Indonesia tengah fokus menjaring kemitraan dengan lembaga keuangan syariah Tanah Air. Maklum, perusahaan ini baru beroperasi sejak bulan lalu dan langsung membuka akses bagi pelaku usaha terhadap pembiayaan syariah lewat model agregator.

CEO dan Founder Alami, Dima Djani menilai, Indonesia saat ini sudah memiliki cukup banyak lembaga keuangan syariah yang siap memberi pinjaman bebas riba ke para calon nasabah. Nah, meski baru belum seumur jagung, Alami sudah bisa menjaring kemitraan dengan sejumlah pihak.

Sejauh ini, Alami sudah menjalin kermitraan dengan 13 bank umum syariah yang siap menyalurkan dana ke nasabah. "Jadi kami mempertemuykan layanan perbankan ke calon nasabah yang ingin memperbesar skala usaha namun tetap dalam koridor syariah," kata Dima Djani dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (4/7).

Model bisnis agregator sendiri bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Data dari Asosiasi Fintech Indonesiapada  tahun 2018, saat ini terdapat 235 perusahaan fintech dan 26 di antaranya bergerak di bidang market agregator.

Kebanyakan jasa yang ditawarkan perusahaan agregator adalah menghubungkan konsumen (end-user) kepada perusahaan yang memiliki jasa, produk atau layanan tertentu. Perusahaan agregator ini kemudian berperan untuk mengonsolidasi dan menstandarisasi sebelum didistribusikan lewat mekanisme platform digital.
Meskipun demikian, Dima melihat adanya risiko dalam model bisnis aggregator.

"Di dalam ekosistem digital, model bisnis aggregator perlu punya value-add agar dapat memberikan solusi yang optimal bagi nasabah. Jangan sampai end-user atau konsumen menilai keberadaan agregator justru menambah kerumitan saat mereka ingin mengakses layanan dari penyedia jasa.” katanya.

Dima mengklaim bahwa Alami memiliki value added service (VAS) dalam layanannya. Misalnya proses credit scoring yang cepat dan transparan, penyampaian informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh end-user, serta tampilan platform digital yang tidak ribet. Sayang, ia tidak mernyebut target bisnis dari Alami sampai akhir tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×