Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menganggap bahwa nilai tukar rupiah yang menembus level Rp 10.000 per dollar AS masih wajar. Sebab, kondisi rupiah saat ini masih terimbas oleh perekonomian global yang belum pulih.
"Jadi, secara umum nilai tukar kita masih dalam kondisi yang baik, mencerminkan fundamentalnya. Kalau seandainya nilainya sedikit di atas Rp 10.000 per dollar AS itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui di kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, Rabu (17/7).
Agus menambahkan, dengan adanya kebijakan kenaikan suku bunga acuan BI (BI rate) menjadi 6,5%, maka pihaknya mengharapkan akan ada dana asing yang masuk ke Indonesia. Imbasnya, nilai tukar rupiah akan kembali mencerminkan fundamentalnya.
Agus memandang pelemahan rupiah selama ini memang disebabkan karena pelemahan ekonomi global. Di sisi lain, neraca pembayaran domestik juga masih menurun sehingga menggerus nilai tukar rupiah. "Nilai tukar Rp 10.000 per dollar AS itu temporary, masih wajar," tambahnya.
Agus membandingkan bahwa di tahun 2005 dan di tahun 2008 saat pemerintah menaikkan kebijakan harga BBM bersubsidi, posisi nilai tukar rupiah juga di atas Rp 10.000 per dollar AS. Namun posisi defisit neraca pembayarannya tidak selebar seperti saat ini.
Jika dibandingkan dengan posisi saat ini, depresiasi nilai tukar rupiah juga masih lebih bagus. Apalagi jika dibandingkan dengan negara sekawasan. Misalnya ringgit Malaysia, peso Filipina, won Korea, rupee India atau yuan China. Kondisi nilai tukar dari negara sekawasan tadi bahkan lebih buruk dari Indonesia.
"Jadi yang saya sampaikan, kita tidak perlu khawatir dengan nilai tukar itu. Itu udah mencerminkan terjadinya trade yang sehat, artinya ekspor impor balance dan kita secara umum mengharapkan ekonomi kita ke depan bisa lebih kuat," tambahnya.
Di sisi lain, BI akan menjaga nilai inflasi agar tidak terlalu membebani pelemahan rupiah. Selama ini, BI akan fokus menjaga inflasi sesuai target di akhir tahun sebesar 7,2%. (Didik Purwanto/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News