Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menerima 1.330 pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan atas layanan fintech lending. Dari jumlah pengaduan tersebut, pelanggaran dilakukan oleh 89 layanan fintech.
Pengacara Publik Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait menyebut, sekitar 28,08% pelanggaran berasal dari perusahaaan fintech yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara sisaya dari perusahaan fintech yang belum mengantongi izin dari OJK.
“Hal yang lebih buruk adalah, 25 dari 89 penyelenggara aplikasi pinjaman online yang dilaporkan kepada LBH Jakarta merupakan perusahaan yang terdaftar di OJK. Perusahaan fintech yang terdaftar di OJK tidak menjadi jaminan kalau mereka tidak melakukan pelanggaran,” kata Jeanny di Jakarta, Minggu (9/12).
Adapun 25 platform yang diketahui melakukan pelanggaran tersebut berinisial DR, RP, PY, TK, KP, DC, DI, RC, PG, UM, EC, CW, KV, DB, CC, UT, PD, PG, DK, FM, ID, MC, RO, PD dan KC.
Laporan pengaduan yang dikumpulkan LBH Jakarta menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pelanggaran yang dilakukan oleh platform yang telah terdaftar maupun tidak terdaftar. Dari 1.330 pengaduan, terdapat 14 pelanggaran yang telah dilakukan 89 fintech tersebut. Mayoritas pelanggaran berasal dari penerapan bunga pinjaman harian yang dinilai terlalu tinggi, sehingga sebanyak 1.145 orang korban merasa dirugikan.
Kemudian, pelanggaran dari metode penagihan pinjaman yang mengakses kontak darurat telah dalami oleh 1.100 orang korban. Selanjutnya, penagihan melalui penyebaran foto dan informasi pinjaman kontak nasabah yang telah merugikan 903 orang korban.
Selain itu, metode penagihan melalui pengancaman, fitnah, pelecehan seksual dan penipuan telah memakan 781 korban. Sedangkan 645 korban, merasa dirugikan atas pergantian nama perusahaan fintech tanpa pemberitahuan tapi bunga pinjaman terus naik.
Korban aplikasi pinjaman online yang mengadu ke LBH Jakarta datang dari 25 provinsi di Indonesia. Berdasarkan seluruh data yang dikumpulkan oleh LBH Jakarta, pengadu terbanyak datang dari DKI Jakarta. DKI Jakarta 36,07%, Jawa Barat 27,24%, Banten 9,80%, Kalimantan Timur 1,35%, Jawa Tengah 7,10%, Jawa Timur 8,30%, Bali 1,28%, Sulawesi Utara 1,58% dan lain-lain 7,47%.
“Dengan jumlah korban yang tersebar di 25 provinsi berarti masalah fintech ini sudah menjadi masalah nasional. Walaupun pengaduan terbanyak datang dari Jakarta karena informasi pos pengaduan korban pinjaman online LBH Jakarta lebih cepat tersebar di wilayah DKI Jakarta,” pungkas Jeanny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News