Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Juli 2023, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di industri perbankan masih aman di level 2,51%. Namun jika menelusuri laporan kinerja keuangan masing-masing bank, masih terdapat bank yang memiliki rasio NPL di atas 5%.
Padahal Bank Indonesia menetapkan bahwa rasio NPL ideal adalah sebesar 5%. Rasio di atas ketentuan tersebut menunjukkan kredit macet bank tersebut lebih banyak daripada kredit lancar.
Adapun beberapa bank yang mencatat rasio NPL di atas 5% per Juni 2023 di antaranya adalah PT Bank Sinarmas Tbk yang level rasio NPL berada di posisi 5,96%, di susul oleh PT Bank Amar Indonesia Tbk (Amar Bank) dengan rasio NPL 7,33%.
Baca Juga: Hingga Agustus, Penyaluran Kredit BNI Naik 8,8%
Ada juga PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) dengan rasio NPL 9,59% dan PT Bank KB Bukopin Tbk yang posisi rasio NPL bahkan sudah berada di posisi 10,53% per Juni.
Terkait dengan posisi rasio NPL tersebut, sejumlah bankir pun menjawab penyebab terjadinya lonjakan NPL di bank mereka. Seperti Direktur Utama Bank Sinarmas Frenky Tirtowijoyo, yang menyebut kenaikan rasio NPL di Bank Sinarmas disebabkan karena memburuknya beberapa usaha debitur.
"Turunnya kolektibilitas debitur tersebut belum diimbangi dengan pertumbuhan kredit kembali karena Bank Sinarmas sedang melakukan pembenahan kredit setelah masa covid yang cukup berdampak," kata Frenky kepada Kontan belum lama ini.
Baca Juga: Menilik Besaran Bunga Fintech Lending yang Diduga Timbulkan Korban Jiwa
Merinci, segmen kredit yang paling besar berdampak berada di segmen aktivitas penyewaan, salah satunya sektor perkapalan.
Atas debitur bermasalah ini, mengatakan bank sinarmas telah mengupayakan penyelesaian di mana telah dilakukan restrukturisasi. Hingga saat ini pun pembayaran para debitur masih berjalan lancar.
"Bank Sinarmas terus melakukan pemantauan dan komunikasi secara intensif atas performa debitur sehingga diharapkan dapat segera pulih dan kembali normal," katanya.
Di sisi lain, Senior Vice President Finance Amar Bank David Wirawan juga merespons terkait dengan rasio NPL yang naik. Dirinya mengatakan rasio NPL bank digital seperti Amar Bank tidak bisa dibandingkan dengan rata-rata NPL di industri perbankan.
Mengingat fokus Amar Bank adalah pada sektor individu dan UMKM yang masih kurang terlayani dalam sisi pembiayaan/kredit, dimana mereka memiliki profil risiko yang lebih tinggi.
"Di sisi lain, Suku bunga kredit yang lebih tinggi tersebut tentunya untuk menyesuaikan profil risiko dan juga beban kerugian atas risiko kredit yang tinggi," katanya kepada Kontan, Minggu (24/9).
Baca Juga: KPR Bermasalah di Indonesia Bertambah Rp 4,99 Triliun Hanya dalam 7 Bulan
Oleh karena itu, David menyebut rasio yang lebih relevan untuk menangkap kedua hal tersebut adalah Risk Adjusted NIM, yang memasukkan beban risiko kredit dalam perhitungan rasio NIM.
Sehingga setelah memperhitungkan risiko kredit, David mengatakan rasio Risk Adjusted NIM Amar Bank per 30 Juni 2023 menjadi relatif lebih sebanding jika dibandingkan dengan rata-rata industri perbankan, meskipun Bank memiliki portofolio yang lebih besar di segmen UMKM.
"Dengan transformasi digital dan inklusi keuangan yang semakin meningkat di Indonesia, Risk Adjusted NIM menjadi indikator yang lebih akurat untuk mengukur rasio pendapatan perbankan dan kinerja (performance) dari institusi keuangan," kata David.
Baca Juga: Bank Kecil Ekspansif Usai Memenuhi Modal Inti
Di sisi lain, Senior Vice President LPPI, Trioksa Siahaan mengatakan perbankan yang memiiliki rasio NPL di atas 5% disebabkan adanya perburukan pada kualitas portofolio kredit karena beberapa sektor masih belum sepenuhnya membaik.
"Pengetatan likuiditas bank juga berdampak pada kenaikan suku bunga," kata Trioksa.
Dirinya pun menyarankan agar perbankan lebih selektif dalam memberikan pembiayaan dan fokus untuk menurunkan npl melalui restrukturisasi atau eksekusi agunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News