kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Tiga dari 18 Bank Belum Ada Rencana Kejar Modal Inti Rp 3 Triliun


Selasa, 15 November 2022 / 21:01 WIB
Tiga dari 18 Bank Belum Ada Rencana Kejar Modal Inti Rp 3 Triliun
ILUSTRASI. Terancam Jadi BPR hingga Likuidasi, Tersisa 3 dari 18 Bank yang Belum Ada Rencana Kejar Modal Inti Rp 3 triliun./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/05/10/2022.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang batas akhir masih terdapat 18 bank hingga September 2022 yang belum memiliki modal inti Rp 3 triliun. Tersisa tiga bank yang belum memiliki rencana penguatan modal, sedangkan 15 lainnya sudah menyampaikan rencana rights issue maupun private placement

Bank Master Prima bermodal inti Rp 227 miliar, Bank Indeks Selindo senilai Rp 2,09 triliun, dan Bank SBI Indonesia sebesar Rp 2,12 triliun. Kontan.co.id sudah mencoba menghubungi masing-masing manajemen bank untuk meminta penjelasan aksi penguatan modal. hingga berita ini diterbitkan manajemen belum memberikan respon jawaban. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menerangkan ada tiga opsi yang sedang didiskusikan OJK dengan para pemilik bank bermodal cekal tersebut. 

Pertama, jika tidak ada tanda-tanda bisa memenuhi modal inti Rp 3 triliun menjelang tenggat waktunya maka OJK bisa melakukan merger paksa. 

Baca Juga: J Trust Bank Optimistis Penuhi Modal Inti Minimum Rp 3 Triliun

Oleh sebab itu, regulator telah menerbitkan Peraturan OJK No 18 tahun 2022 tentang Perintah Tertulis yang berlaku efektif pada 17 Oktober 2022. Belied ini dikeluarkan untuk memastikan agar perbankan bisa memenuhi ketentuan modal inti tersebut. 

Kedua, OJK mempertimbangkan untuk menurunkan status bank tersebut dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ketiga, regulator akan meminta bank tersebut melakukan likuidasi secara sukarela jika pemilik bank tidak memiliki opsi lain. 

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai ketiga opsi ini bisa dicermati dari berbagai macam kacamata. Dari pihak perbankan dan pemilik, ketidakmampuan memenuhi ketentuan ini akan memberikan konsekuensi bank menghilang. 

“Kalau dimerger dengan bank lebih besar, nama banknya bisa hilang dan digantikan dengan nama partnernya. Kalau turun dari BPR, nasibnya hilang dari jajaran bank umum, sedangkan di likuidasi ya banknya akan bubar,” ujar Piter kepada Kontan.co.id pada Selasa (15/11). 

Meskipun turun status jadi BPR, Piter menilai belum tentu bank tersebut bisa bersaingan dengan pemain BPR yang sudah ada. Karena pola bisnis antara bank umum dan BPR cukup berbeda. Bahkan, Piter melihat bank tersebut bisa saja gagal di persaingan industri .

“Dari kacamata regulator, tidak ada masalah, justru mereka ingin konsolidasi bank, sehingga jumlah bank semakin kecil dengan permodalan yang kuat. Ini yang kita butuhkan, perbankan yang kuat dan cukup merata jarak bank besar dengan bank kecil juga tidak terlalu jauh,” jelasnya. 

Sedangkan dari sisi nasabah, Piter melihat tidak akan terjadi masalah ketika suatu bank harus di merger, turun status jadi BPR, maupun likuiditas. Lantaran, akan dipantau regulator dan bank memberikan waktu yang cukup bagi nasabah untuk berpindah maupun menyelesaikan urusan mereka dengan perbankan. 

“Kendala susah mendapatkan suntikan modal itu datang dari pemilik bank. Umumnya, penguatan ini tidak bisa mereka lalukan sendiri, sehingga harus melakukan transaksi jual beli. Kalau kemahalan juga walau perbankan Indonesia menarik, orang yang mau beli tidak mau,” katanya. 

Ia menyebut, saat terjepit oleh tenggat waktu, pemilik bank tidak bisa lagi jual mahal. Lantaran membutuhkan suntikan modal dari mitra baru. “Kalau mau jual mahal harus dilakukan jauh-jauh hari, sekarang sudah telat, lagi butuh uang,” tukasnya. 

Berikut upaya 15 bank lainnya dalam melakukan penguatan modal inti jelang batas akhir memiliki modal Rp 3 triliun pada penghujung 2022:

Bank Ganesha (BGTG) dengan modal inti Rp 2,15 triliun per September 2022. Berencana melakukan rigths issue 7,5 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 120 per saham. Sehingga, BGTG akan meraup dana sebanyak-banyaknya Rp 900 miliar.  

Baca Juga: Penyaluran Kredit Korporasi Naik 12,7% hingga Kuartal III

Bank Ina Perdana (BINA) dengan modal inti Rp 2,32 triliun per September 2022. Berencana melakukan rights issue 296,85 juta saham dengan harga pelaksanaan berkisar Rp 3.600 sampai Rp 4.200. Sehingga dana yang diperoleh bisa mencapai 1,24 triliun. 

Bank Capital Indonesia (BACA) dengan modal inti Rp 2,08 triliun per September 2022. Bakal melakukan private placement 19,94 miliar. 

Bank Maspion (BMAS)  dengan modal inti Rp1,34 triliun per September 2022. BMAS akan melakukan rights issue 4,17 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 410 sehingga akan mendapatkan dana segar Rp 1,71 triliun. 

Bank Bisnis Internasional (BBSI) dengan modal inti Rp 2,13 triliun per September 2022. Akan melakukan rights issue 367,47 juta saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 2.480 per lembar saham sehingga akan meraup dana segar Rp 911,33 miliar. 

Bank Aladin Indonesia (BANK) dengan modal inti Rp 2 triliun per September 2022.  BANK akan menggelar private placement 1,37 miliar saham baru. Bank digital syariah ini telah mengumumkan rencana private placement 1,37 miliar saham. 

Bank Neo Commerce (BBYB) dengan modal inti Rp 2,11 triliun per September 2022. BBYB berencana merilis 2,61 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 650 per saham sehingga target dana yang hendak dicapai Rp 1,7 triliun. 

Bank Victoria Internasional (BVIC) memiliki modal inti  Rp 2,50 miliar per September 2022. BVIC berencana melakukan rights issue 4,95 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 130 - Rp 155 per saham. Sehingga potensi dana yang masuk Rp 768 miliar.

Bank Oke Indonesia (DNAR) memiliki modal inti  Rp 2,96 miliar per September 2022. Bank Oke telah melakukan rights issue dengan merilis 2,94 miliar saham baru dengan harga Rp 170 per lembar saham. Sehingga potensi dana yang diperoleh Rp 499,43 miliar.

Bank India of Indonesia (BSDW) dengan modal inti Rp 2 triliun per September 2022. Bank berencana melakukan rights issue 1,38 miliar saham baru dengan harga Rp 200 per saham sehingga dana yang diraup mencapai Rp 1,39 triliun. 

Bank Amar Indonesia (AMAR) dengan modal inti Rp 1,83 triliun per September 2022. AMAR berencana menerbitkan 4,56 miliar saham baru dengan harga Rp 280 per saham sehingga dana yang diincar mencapai Rp 1,28 triliun.

Bank MNC Internasional (BABP) dengan modal inti Rp 2,13 triliun per Juni 2022. BABP gelar rights issue 10,48 miliar saham. 

Bank Nationalnobu (NOBU) dengan modal inti Rp 1,60 triliun per Juni 2022. NOBU akan merilis 681,81 juta lembar saham baru. 

Baca Juga: Realisasi Penerimaan Pajak Tahun Ini Berpotensi Melampaui Target, Ini Syaratnya

Bank Bumi Arta (BNBA) dengan modal inti Rp 2,23 triliun per September 2022. Bank Bumi Arta akan menggelar rights issue di Semester kedua 2022.

Bank Jtrust Indonesia (BCIC) dengan modal inti Rp 2,76 triliun per September 2022. Direktur Utama J Trust Bank Ritsuo Fukadai memastikan J Trust Co Ltd selaku pemegang saham pengendali berkomitmen untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum. 

Sebenarnya, selain 18 bank di atas, masih terdapat bank umum yang masih memiliki modal inti Rp 3 triliun.  Mereka merupakan bagian dari kelompok usaha bank (KUB) sehingga modal inti yang dipersyaratkan cukup minimal Rp 1 triliun, di antaranya Bank Raya, BCA Syariah, Bukopin Syariah, dan Bank Panin Dubai Syariah. 

Lalu ada Bank Victoria Syariah yang menjadi bagian dari KUB Bank Victoria (BVIC). Namun saat ini, BVIC juga masih harus berjuang untuk mendapatkan modal inti minimum Rp 3 triliun agar tidak dipaksa merger hingga diminta melikuidasi diri bersama anggota KUBnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×