kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tingkat Gagal Bayar Tinggi, Cermati Jurus Perbankan Jaga Kualitas Kredit UMKM


Kamis, 25 Juli 2024 / 20:10 WIB
Tingkat Gagal Bayar Tinggi, Cermati Jurus Perbankan Jaga Kualitas Kredit UMKM
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah di kantor cabang Bank Rakyat Indonesia (BRI), Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (26/2/2024). tingkat gagal bayar kredit perbankan di segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami kenaikan.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sesuai perkiraan, tingkat gagal bayar kredit perbankan di segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami kenaikan. Berbagai upaya pun dilakukan bank dalam memitigasi risiko pemburukan kualitas kredit.

Seperti diketahui, saat ini rasio kredit bermasalah (NPL) segmen UMKM sedang dalam tren kenaikan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL UMKM periode Mei 2024 berada di level 4,27%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya di level 4,26%.

Hal serupa pun terjadi pada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang 80% portofolio kreditnya berasal dari sektor UMKM. Hingga periode semester I/2024, BRI mencatat NPL secara bank only naik 10 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 3,21%.

Baca Juga: Dorong UMKM Naik Kelas, BRI dan LPEI Kolaborasi Bikin Marketplace

Secara rinci, segmen kecil menjadi yang paling tinggi kenaikannya sekitar 76 basis poin (bps) menjadi 5,05%. Dilanjutkan, kredit segmen mikro yang NPL-nya naik 72 bps menjadi 2,95%.

Sejalan dengan itu, BRI tampaknya juga menurunkan portofolio kredit BRI di segmen kecil dan mikro. Kontribusi kredit segmen kredit kecil turun dari 18,9% ke 17,4%, sementara segmen kredit mikro turun dari 48,1% ke 46,6%.

Direktur Utama BRI Sunarso pun membenarkan bahwa itu menjadi salah satu strategi yang diterapkan oleh bank pelat merah ini. Ia bilang bahwa jika memang sedang ada pemburukan kualitas di segmen tersebut, tak perlu dipaksakan untuk tumbuh.

 

“Jangan memaksakan diri untuk tumbuh di situ. Karena begitu kita kasih kredit, 3 bulan macet, kasih kredit, 6 bulan macet. itu jangan sampai terjadi dan kita harus tetap tumbuh di UMKM tapi sangat selektif,” ujar Sunarso, Kamis (25/7).

Baca Juga: Waspada, Kemenkop UKM Ingatkan Ada E-Commerce Temu Asal China yang Ancam UMKM Lokal

Sunarso bilang bahwa dalam hal ini BRI telah memperketat kriteria risk accpetance dan portfolio guideline. Sementara, untuk portofolio kredit yang sudah menjadi aset bank, itu pun dipilah mana yang masih baik dan yang masih kadang bermasalah.

Lebih lanjut, ia menjelaskan untuk kredit-kredit bermasalah yang dimiliki BRI, maka akan dilakukan opsi restrukturisasi. Adapun, ia bilang saat ini bank masih dapat melakukan restrukturisasi sesuai ketentuan umum yang berlaku dan selama ini memang dilakukan oleh bank.

“Kalau sudah tidak bisa direstrukturisasi ya terpaksa hapus buku, tapi disitulah pencadangan akan berbicara,” ujarnya.

Di sisi lain, ia juga bilang BRI turut meningkatkan biaya pencadangan yang dimilik. Tak main-main, biaya pencadangan naik 52,2% YoY atau mencapai Rp 21,35 triliun, berdasarkan laporan keuangan publikasi BRI.

Baca Juga: Kredit Melejit, Laba BCA Tumbuh Dua Digit

Ia mengungkapkan bahwa memang salah satu strategi BRI adalah terus membentuk pencadangan. Sebab, ini menjadi salah satu upaya untuk bantalan, terlebih setelah berakhirnya restrukturisasi Covid-19 pada Maret lalu.

Tak hanya BRI, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga tampak mengalami kenaikan NPL di segmen UMKM. Mengutip presentasi perusahaan dalam situs resminya, BCA mencatat NPL di segmen itu naik 210 bps secara tahunan menjadi 15,9%.

Sedikit berbeda dengan BRI, itu tak menyusutkan hasrat BCA dalam menyalurkan kredit UMKM. Hal tersebut tercermin dalam pertumbuhan kredit UMKM di separuh pertama 2024 yang tumbuh 12,7% YoY menjadi Rp 114,4 triliun.

“BCA terus menerapkan disiplin manajemen risiko secara disiplin dalam penyaluran kredit, sehingga NPL tetap terkendali,” ujar Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA.

Selain itu, Hera juga bilang pihaknya selalu menjaga CKPN pada level yang solid dengan membentuknya secara pruden. Hal ini terefleksi pada rasio NPL coverage sebesar 190,2% dan LAR coverage sebesar 71,2%. 

Baca Juga: Respons Putusan MA, OJK Upayakan Perkuat Aturan dan Pengawasan Fintech Lending

“Pembentukan provisi kredit senantiasa kami evaluasi dari waktu ke waktu, sehingga sangat memadai untuk menutup potensi penurunan nilai kredit yang mungkin terjadi,” ujar Hera.

Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan bilang memang ada kenaikan NPL di umkm terutama pasca pencabutan program restrukturisasi Covid-19.

Ia memproyeksikan NPL UMKM masih di sekitar 4,2% sampai 4,3% setidaknya hingga kuartal 4 tahun ini. Selanjutnya, ada harapan mulai melandai seiring dengan kemungkinan penurunan bunga.

“Kemungkinan landai di kuartal 4 seiring denagn tren bunga mulai melandai dan menjelang akhir tahun ada peningkatan tren belanja masyarakat,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×