Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Para bankir membersihkan buku menjelang penghujung tahun 2008. Mereka menghapus kredit bermasalah dari neraca. Tren penghapusbukuan (write off) itu terekam dalam Statistik Perbankan Indonesia. Data tersebut memperlihatkan, nilai kredit yang dihapusbukukan terus menanjak mulai September hingga Desember 2008.
Pada akhir Desember 2008, nilai kredit yang dicoret dari neraca bank mencapai Rp 102 triliun. Ini lebih besar Rp 1,06 triliun dari total penghapusbukuan pada November yang besarnya Rp 100,94 triliun. Sedangkan, penghapusbukuan kredit macet di bulan Oktober dan September 2008 masing-masing Rp 96,75 triliun dan Rp 91,93 triliun.
Hampir semua bankir yang dihubungi KONTAN mengaku melakukan write off menjelang akhir 2008 lalu. "Saya yakin banyak bank melakukan hal itu untuk mengantisipasi kemungkinan membengkaknya utang bermasalah di tahun depan," ujar Direktur Keuangan PT Bank Bukopin Tbk. Tri Joko Prihanto.
PT Bank Mandiri Tbk. juga melakukan aksi hapus buku di penghujung tahun 2008. Sekretaris Perusahaan
PT Bank Mandiri Tbk. Sukoriyanto mengatakan, hapus buku di Bank Mandiri sesuai aturan BI. "Tidak semua kredit bermasalah lantas bisa dihapus. Hanya utang yang sudah memiliki pencadangan 100% yang boleh dihapusbukukan," jelas Sukoriyanto.
Bank berskala kecil seperti PT Bank Jasa Jakarta juga melakukan hapus buku. Wakil Direktur Utama Bank Jasa Jakarta Lisawati mengatakan, nilai hapus buku di banknya relatif kecil. "Sebab nilai kredit bermasalah kami juga kecil," imbuh Lisa. Akhir Desember 2008, NPL Bank Jasa Jakarta 1,02% jika dihitung secara gross dan 0,67% (net).
NPL kecil
Krishna R. Suparto, Direktur Korporasi PT BNI Tbk. mengakui, hapus buku biasa berlangsung di awal dan akhir tahun. "Di BNI, besarnya nilai yang dihapusbukukan sesuai dengan dengan kemampuan kami melakukan pencadangan," ujar Krishna.
Menurut aturan yang berlaku, sebelum menghapusbukukan kredit, bank harus lebih dulu menyediakan provisi sebesar 100%. Itu berarti, biaya bank juga akan meningkat.
Kebijakan pembentukan cadangan itu dilakukan sesuai dengan kualitas kredit. Nah, penilaian kualitas kredit sendiri didasarkan pada aturan kolektibilitas yang disusun Bank Indonesia. "Pencadangan bertujuan menghindarkan bank dari kerugian yang lebih besar," ujar Tri Joko.
Penghapusanbukuan kredt itu tak berarti bank menghentikan penagihan ke debitur. "Pada kenyataannya, kami tetap menagih kredit," ujar Sukoriyanto.
Tak semua bank melakukan aksi hapus buku kredit di akhir tahun lalu. Salah satunya, PT Bank OCBC NISP Tbk. "Kami tak melihat ancaman kredit bermasalah akan terus membengkak," ujar Direktur Utama OCBC NISP Parwati Surjaudaja, kemarin (11/2).
Parwati yakin kredit bermasalah di Bank OCBC NISP tak akan melonjak tahun depan. Dalam laporan keuangan per Desember 2008, rasio kredit bermasalah Bank OCBC NISP sebesar 1,75%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News