Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Proyeksi Bank Dunia yang menyatakan inflasi Indonesia akan menembus 9% karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, memberikan tekanan pada Bank Indonesia (BI) kembali mengerek suku bunga acuan (BI rate). Proyeksi ini juga memberikan tekanan pada perbankan kembali menaikkan bunga simpanan.
Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetyantono, mengatakan BI perlu menaikkan BI rate 0,25% atau 25 basis poin (bps) agar bank memiliki keleluasan menaikkan kembali bunga simpanan demi menjaga likuiditas. Saat ini ada beberapa bank yang kekeringan likuiditas karena pemilik dana besar mulai mengalihkan dana mereka ke luar negeri demi mendapat imbal hasil yang lebih oke.
Menurut Tony, saat ini bunga simpanan perbankan sudah tidak lagi menarik karena di bawah inflasi. "Ada salah satu bank dari 10 bank besar yang kehilangan dana pihak ketiga (DPK) hingga Rp 4 triliun dalam beberapa bulan.
Sejak dulu nasabah memang selalu mengharapkan bunga bank tidak jauh dari inflasi, sehingga mereka tidak rugi ketika memarkir dana di bank," ujarnya, Rabu (3/7).
Kepala Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII), Juniman, sependapat. Menurutnya, BI perlu menaikkan BI rate guna menarik dana masuk kembali ke sistem perbankan dan bank tidak menaikkan bunga secara sepihak. "Bunga simpanan naik 50 bps," katanya.
Keketatan likuiditas memang sudah terlihat pada kelompok bank-bank tertentu. Pada kelompok bank cabang bank asing rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR) sudah mencapai 111% dan bank campuran menyentuh 115%.
LDR di atas 100% menandakan bank mengalami kekurangan likuiditas, sementara permintaan kredit tinggi. Konsekuensinya, bank menggunakan modal sendiri dalam penyaluran kredit. Secara umum, LDR perbankan sudah mencapai 85%.
Naik, tapi santai
Juniman menambahkan, kenaikan bunga simpanan akan mengerek bunga kredit antara 10 bps–40 bps. Kenaikan ini akan dirasakan nasabah sektor konsumsi, seperti kredit properti dan otomotif. Setelah itu bunga sektor produktif juga ikut naik.
Bank memang tidak menaikkan bunga secara signifikan, karena perbankan menargetkan kredit tumbuh 20%. Jika bunga dipaksa naik tinggi, kredit hanya akan tumbuh 19% dan net interest margin (NIM) bank tergerus yang berdampak pada penurunan kinerja keuangan bank. Maklum, sumbangan fee based atau pendapatan non-bunga belum terlalu signifikan.
Tony menduga, meski biaya dana bank meningkat akibat kenaikan bunga simpanan, bank belum berani menaikkan bunga kredit. Jika bunga kredit naik, bank harus menghadapi kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). "Kalau NPL naik, akan mengganggu pertumbuhan kredit yang berimbas pada pendapatan keuntungan," ucap Tony. Kenaikan NPL akibat nasabah tidak mampu membayar cicilan dan mengakibatkan bank menyiapkan pencadangan yang berasal dari pendapatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News