Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
Realisasi tersebut lebih lambat dibandingkan dengan pencapaian pada periode bulan sebelumnya yang naik 8% yoy. Penyaluran kredit tersebut juga merupakan yang terendah selama 5 tahun terakhir.
Jika dirinci, penyebab perlambatan kredit tersebut tak lain disebabkan oleh melandainya penyaluran kredit kepada debitur korporasi. Tercatat kredit korporasi hanya naik 6,1% secara yoy menjadi Rp 2.759,6 triliun di bulan Oktober 2019. Melambat dari bulan sebelumnya yang meningkat 8,1%.
Dalam konferensi pers rapat dewan gubernur (21/11) lalu Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan permintaan kredit dari sisi korporasi masih belum kuat. Padahal, dari sisi penawaran bank sudah cukup kondusif, tercermin dari kondisi likuiditas yang cukup, suku bunga yang menurun, dan lending standard perbankan yang mengendor.
Baca Juga: NPF dikabarkan menggunung, begini kata manajemen Bank Muamalat
Perry pun membeberkan hasil survei BI. Menurutnya, keadaan ini masih akan berlangsung hingga tahun 2020. Hal ini dengan melihat masih banyaknya korporasi yang belum merencanakan untuk berinvestasi dan masih fokus untuk mengkonsolidasi mengenai kondisi keuangan Indonesia.
"Yang masih ragu-ragu sebanyak 53%, sementara yang sudah merencanakan untuk investasi baru sekitar 47%," kata Perry kala itu. Di sisi lain, selama ini sebanyak 80% dari kebutuhan pendanaan korporasi masih berasal dari modal sendiri, return, dan dari laba yang ditahan.
Meski begitu, BI melihat bahwa kondisi ekonomi ke depan akan membaik sehingga ini akan memperkuat prospek ekonomi dan minat korporasi.
BI pun akan berusaha untuk terus memberi sinyal dengan kebijakan yang akomodatif untuk menurunkan suku bunga, mengendorkan kembali likuiditas, dan mengendorkan kebijakan makroprudensial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News