kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Walau ekonomi tak stabil, perbankan optimis NPL kredit korporasi masih terjaga


Kamis, 05 Desember 2019 / 20:20 WIB
Walau ekonomi tak stabil, perbankan optimis NPL kredit korporasi masih terjaga
ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi di Bank BNI Jakarta, Senin (8/4). Kredit korporasi masih menjadi tumpuan penyaluran kredit bagi sejumlah bank terutama bank besar./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/08/04/2019.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit korporasi masih menjadi tumpuan penyaluran kredit bagi sejumlah bank, terutama bank besar. Kendati ekonomi saat ini mulai terombang-ambing, perbankan menyatakan kualitas kredit alias non performing loan (NPL) di segmen kredit korporasi masih terjaga rendah.

PT Bank Mandiri Tbk misalnya, yang mengatakan secara bank only penyaluran kredit sudah mencapai Rp 728,1 triliun atau tumbuh 6,35% secara year on year (yoy) per September 2019.

Baca Juga: Perkuat pendanaan, tiga bank ini siap terbitkan obligasi di tahun 2020

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas menerangkan, dari angka tersebut kredit korporasi menjadi penopang penyaluran kredit terbesar yakni mencapai Rp 301,8 triliun atau tumbuh 5,72% secara yoy di kuartal III 2019.

Angka tersebut setidaknya setara 42,31% dari total penyaluran kredit perusahaan. "Kualitas kredit pada segmen ini juga sangat rendah terjaga di level 0,07%," terang Rohan kepada Kontan.co.id, Kamis (5/12).

Adapun, beberapa sektor ekonomi utama kredit segmen korporasi antara lain pertanian, listrik, gas dan air serta pertambangan. Bank bersandi saham BMRI ini juga menambahkan, secara bankwide (total) ketiga sektor tersebut memiliki NPL yang cukup rendah yaitu masing-masing 0,29%, 0,41% dan 2,05% per 30 September 2019.

Baca Juga: Kredit diramal masih seret, bank daerah memasang target konservatif di tahun depan

Dus, sampai akhir tahun 2019, Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan kredit segmen korporasi akan berada pada kisaran 4%-5% secara yoy.

Senada, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga menyerukan hal serupa. Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta menjelaskan sampai dengan Kuartal III 2019 lalu kredit korporasi sudah tumbuh 18,1% secara tahunan menjadi sebesar Rp 291,7 triliun.

Adapun, dari jumlah kredit tersebut mayoritas terdistribusi ke segmen korporasi swasta sebesar Rp 181,1 triliun. Sedangkan untuk kredit kepada perusahaan pelat merah alias badan usaha milik negara (BUMN) senilai Rp 110,7 triliun.

Pun, dari sisi kualitas kredit atau non performing loan (NPL) untuk kredit korporasi tercatat membaik atau lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018 sebesar 1,5% menjadi 1,1% di kuartal III 2019. "Mayoritas NPL didominasi oleh sektor jasa dunia usaha dan manufaktur," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (4/12).

Lebih lanjut, bank berlogo 46 ini menambahkan sampai dengan tahun depan, segmen korporasi masih akan menjadi andalan perseroan. "Komposisinya masih akan terjaga di 50%-53% dari total kredit," terang Herry.

Hal ini menurutnya sejalan dengan upaya pemerintah yang terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global.

Namun, tidak semua bank mencatat NPL korporasi rendah. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) misalnya yang menyebut sampai dengan November 2019, NPL kredit korporasi perseroan sudah mencapai 6,2%.

Baca Juga: Hentikan operasi, Rabobank masih buka peluang bagi investor yang ingin masuk

Kendati tidak merinci secara detail, Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Saytagraha mengatakan bahwa mayoritas kredit tersebut bersumber dari sektor konstruksi.

Di sisi lain, walau NPL korporasi meningkat, Ferdian menyebut pihaknya masih akan tetap menjadikan kredit korporasi sebagai salah satu mesin pertumbuhan. "Kredit korporasi memang selalu kami jaga tumbuh minimal 14% (yoy)," pungkasnya.

Sementara itu, secara keseluruhan total NPL Bank Jatim hingga November 2019 tercatat sebesar 3,03%.

Sebagai tambahan informasi saja, Bank Indonesia (BI) dalam analisis uang beredarnya mengatakan total penyaluran kredit perbankan di bulan Oktober 2019 terpantau melambat dengan pertumbuhan hanya sebesar 6,6% secara yoy menjadi Rp 5.531,4 triliun.

Realisasi tersebut lebih lambat dibandingkan dengan pencapaian pada periode bulan sebelumnya yang naik 8% yoy. Penyaluran kredit tersebut juga merupakan yang terendah selama 5 tahun terakhir.

Jika dirinci, penyebab perlambatan kredit tersebut tak lain disebabkan oleh melandainya penyaluran kredit kepada debitur korporasi. Tercatat kredit korporasi hanya naik 6,1% secara yoy menjadi Rp 2.759,6 triliun di bulan Oktober 2019. Melambat dari bulan sebelumnya yang meningkat 8,1%.

Dalam konferensi pers rapat dewan gubernur (21/11) lalu Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan permintaan kredit dari sisi korporasi masih belum kuat. Padahal, dari sisi penawaran bank sudah cukup kondusif, tercermin dari kondisi likuiditas yang cukup, suku bunga yang menurun, dan lending standard perbankan yang mengendor.

Baca Juga: NPF dikabarkan menggunung, begini kata manajemen Bank Muamalat

Perry pun membeberkan hasil survei BI. Menurutnya, keadaan ini masih akan berlangsung hingga tahun 2020. Hal ini dengan melihat masih banyaknya korporasi yang belum merencanakan untuk berinvestasi dan masih fokus untuk mengkonsolidasi mengenai kondisi keuangan Indonesia.

"Yang masih ragu-ragu sebanyak 53%, sementara yang sudah merencanakan untuk investasi baru sekitar 47%," kata Perry kala itu. Di sisi lain, selama ini sebanyak 80% dari kebutuhan pendanaan korporasi masih berasal dari modal sendiri, return, dan dari laba yang ditahan.

Meski begitu, BI melihat bahwa kondisi ekonomi ke depan akan membaik sehingga ini akan memperkuat prospek ekonomi dan minat korporasi.

BI pun akan berusaha untuk terus memberi sinyal dengan kebijakan yang akomodatif untuk menurunkan suku bunga, mengendorkan kembali likuiditas, dan mengendorkan kebijakan makroprudensial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×