kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.202   22,00   0,14%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Wangi bank lokal masih memikat kumbang asing


Kamis, 21 Maret 2013 / 13:18 WIB
Wangi bank lokal masih memikat kumbang asing
ILUSTRASI. Cek kurs dollar-rupiah di Bank Mandiri hari ini, Rabu 27 Oktober 2021./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/29/12/2020.


Reporter: Edy Can, Tri Sulistiowati, Raymond Reynaldi, Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Bak kembang di musim semi, bank-bank lokal tetap mengundang kumbang dan menjadi target akuisisi oleh investor asing. Kabar terbaru, investor asing sedang memburu saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) yang dikempit oleh TPG Nusantara.

Ada sejumlah investor yang disebut-sebut berminat membeli 59,7% saham BTPN tersebut. Seperti dikutip dari Bloomberg, ada dua investor asal Jepang yang menaruh hati, yaitu Mitsubishi UFJ Financial Group Inc dan Sumitomo Mitsui Financial Group Inc. Kabarnya, nilai penawaran yang diajukan mencapai US$ 1,6 miliar.

Wakil Direktur Utama BTPN Ongki Wanadjati Dana mengaku tidak mengetahui perihal kabar tersebut. Sedangkan Executive Vice President Deputy General Manager Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Jakarta Branch, Tetsuhisa Hayashi, menyatakan pihaknya memang menaruh minat berinvestasi pada bank lokal di Indonesia. “Kami tidak bisa menyebut sebuah nama. Namun manajemen memang memiliki ketertarikan pada negara ini,” katanya.

Peluang masuknya juragan baru ke BTPN semakin terbuka lebar lantaran masa lock up period TPG Nusantara mengempit saham BTPN akan berakhir pada bulan Maret ini. Tak cuma BTPN yang berpotensi memiliki juragan asing.

PT Bank Bukopin Tbk disebut-sebut menjadi target akuisisi investor asing seiring dengan kenaikan harga sahamnya di Bursa Efek Indonesia sejak tahun lalu. Begitu juga PT Bank Maspion Tbk yang tak pernah sepi dari gosip target akuisisi oleh bank asal China dan bank asal Malaysia, Bank Affin, yang melirik Bank Ina Perdania.

Yang lebih terang adalah rencana RHB Capital Bhd asal Malaysia membeli Bank Mestika Dharma. Awal Maret ini, seperti dikutip beberapa media di Malaysia, Chairman RHB Capital Azlan Zaino menargetkan proses akuisisi rampung tahun ini. Jumlah saham yang diakuisisi turun dari 80% menjadi 40% saham Bank Mestika Dharma karena mengikuti aturan baru Bank Indonesia.

Jika semua kabar dan pernyataan itu benar, berarti investor asing tak cuma mengejar bank besar melainkan bank kelas menengah-kecil di Indonesia. Menurut Tetsuhisa, Indonesia paling potensial dijadikan tempat berinvestasi saat ini dibandingkan negara-negara lain di Asia. Alasannya, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang signifikan, populasi masyarakat yang besar, dan permintaan domestik yang tinggi.

Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas Marciano Herman menimpali, penetrasi layanan intermediasi perbankan belum menjangkau masyarakat luas. Baru sekitar 60 juta orang atau 40% dari total penduduk Indonesia yang menikmati layanan perbankan.

Hasil riset Bank Dunia berupa Global Findex Database dan Consultative Group to Assist the Poor seakan memperkuat analisa Marciano. Rasio sim-panan terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) dan rasio kredit terhadap PDB negara ini lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Artinya, industri perbankan di sini masih mempunyai ruang gerak yang luas untuk mengembangkan bisnisnya. Kepala Ekonom Grup Bank Mandiri Destry Damayanti bilang, permintaan kredit akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi.

Bukan hanya penetrasi kredit yang rendah. Tahun lalu, BI menghitung tingkat pengembalian keuntungan bank nasional paling kinclong dibandingkan dengan empat negara di kawasan Asia Tenggara. Rasio imbal hasil saham (return of equity) perbankan nasional misalnya, rata-rata 22,23%.

Nah, sebagai gambaran, TPG Nusantara membeli 71,6% saham BTPN senilai Rp 1,78 triliun pada Maret 2008. Belakangan, kepemilikan TPG menyusut menjadi 59,7% pasca rights issue BTPN. Namun, sejak akuisisi sampai sekarang, harga saham BTPN sudah naik hampir 10 kali lipat menjadi Rp 5.100 per saham per Kamis lalu (14/3). Nah, jika TPG benar melego 59,7% saham BTPN, maka dia akan mengantongi fulus sekitar Rp 17,24 triliun!

Tahun ini, Danareksa Sekuritas menaksir, rasio return on equity perbankan nasional berkisar 20,1%. Meski lebih rendah dari estimasi imbal hasil saham sektor properti 23%, Marciano menyebut, sektor perbankan tetap tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Namun, Marciano memperkirakan, animo investor asing mendekap bank lokal surut dengan adanya sejumlah aturan baru yang dirilis BI. Misalnya aturan mengenai kepemilikan saham bank umum dan kepemilikan tunggal. Termasuk, rancangan undang-undang perbankan yang tengah digodok di parlemen. Menurutnya, aturan ini membatasi kuota kepemilikan saham bank lokal.

Sinyalemen tersebut dibantah pejabat BI. “Belum tentu. Prospek perbankan Indonesia masih bagus,” kata Direktur Grup Humas BI, Difi A. Johansyah.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 25 - XVII, 2013 Bank

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×