kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

WOM Finance tahan rasio kredit macet di level 2,8%


Rabu, 06 Mei 2015 / 13:03 WIB
WOM Finance tahan rasio kredit macet di level 2,8%


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Perusahaan pembiayaan PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk alias WOM Finance berharap dapat mempertahankan rasio kredit bermasalah atawa non performing financing (NPF) di angka 2,8% sampai akhir tahun 2015 nanti.

Memang multifinance yang mayoritas menggarap pembiayaan kendaraan roda dua ini berhasil menurunkan level NPF dari semula 3% di akhir Desember 2014 menjadi 2,8% per kuartal pertama 2015 kemarin. "Kami berusaha bertahan di 2,8%. Targetnya lebih baik dari 2014 walaupun ekonomi masih stagnan," ujar Purwadi Indra Martono, Direktur Manajemen Risiko perseroan, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pencapaian perseroan dengan menekan rasio kredit macet patut diacungi jempol. Sebab, selain belum pulihnya ekonomi dalam negeri, pelaku sektor jasa keuangan lainnya seperti perbankan juga tengah berkonfrontasi dengan kredit bermasalah. Bahkan, ada beberapa bank yang mengalami kenaikan NPL 20 basis point hingga 50 basis point.

Untuk mempertahankan NPF di angka 2,8%, Purwadi mengaku mereka senantiasa berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Jika ada daerah-daerah yang menunjukkan tren pemburukan, maka perseroan lebih selektif dalam menyalurkan kredit.

"Kami punya indikator awal, namanya first installment default (FID). Lebih tinggi daripada NPF. Seperti tsunami, kami sudah tahu duluan. Jadi kalau menyentuh angka tertentu, kita langsung penyesuaian kredit," pungkasnya. Umumnya, FID menunjukkan rasio kredit bermasalah lebih dari 30 hari. Berbeda dengan NPF yang merupakan tunggakan lebih dari 90 hari.

Meskipun enggan mengungkapkan secara gamblang kontribusi masing-masing daerah, ia mengaku pulau Sumatera dan Kalimantan merupakan dua kawasan yang menyumbang rasio kredit macet terbanyak karena terkena dampak penurunan harga komoditas seperti kelapa sawit.

Sehingga, mereka lebih berhati-hati dalam menyetujui permintaan kredit dari masyarakat. "Kalau pulau Jawa sih aman. Nanti kalau ada pergerakan harga komoditas, kita longgarin (pembiayaan di Sumatera dan Kalimantan)," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×