Reporter: Christine Novita Nababan, Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Bisnis penyaluran pembiayaan yang melambat di sepanjang tahun ini sepertinya masih akan berlanjut sampai tahun depan. Terlebih, harga bahan bakar minyak naik seiring dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi.
I Dewa Made Susila, Direktur Keuangan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk alias Adira Finance mengatakan, sepanjang tahun ini, penjualan otomotif relatif stagnan. Terutama, penjualan kendaraan bermotor roda empat. Sedangkan, penjualan sepeda motor hanya mengalami pertumbuhan tipis, dan mengalami penurunan tajam.
Padahal, sekitar 61% pembiayaan perusahaan multifinance mengalir ke pembiayaan otomotif, baik roda empat maupun roda dua. Sementara, 34% dari total pembiayaan mengandalkan alat berat. Ditambah lagi, penurunan harga komoditas dan masih tingginya suku bunga yang bakal berdampak pada industri pembiayaan.
“Karenanya, kami di Adira Finance juga memprediksi, pembiayaan tahun depan akan sejalan dengan pertumbuhan tahun ini yang diperkirakan 5%. Pertumbuhan ini akan ditopang dengan rencana OJK memperluas segmen usaha industri pembiayaan yang akan kami realisasikan dengan masuk ke lini usaha baru tahun depan,” ujarnya, Selasa (18/11).
Saat ini, Adira Finance telah mencari tambahan pemasukan dengan memasarkan asuransi kendaraan bermotor bekerja sama dengan sister company mereka, PT Asuransi Adira Dinamika. Tidak hanya itu, anak usaha PT Bank Danamon Indonesia Tbk ini juga ikut menjual produk asuransi kecelakaan diri.
“Jadi, target pertumbuhan pembiayaan tahun depan sebesar 5% itu sudah sangat menantang. Tetapi, kami melihat sangat mungkin. Mengingat, Adira Finance akan melakukan diversifikasi di jenis barang yang akan dibiayai atau struktur pembiayaan. Optimisme ini sejalan dengan perkembangan kebutuhan nasabah dan pertumbuhan kelas menengah,” terang Made.
Asal tahu saja, sampai kuartal ketiga tahun ini, Adira Finance membukukan pembiayaan sebesar Rp 25,5 triliun. Dari sisi outstanding, perseroan mencatatkan pertumbuhan tipis 4% menjadi Rp 49,5 triliun. Karena perlambatan pertumbuhan bisnis, laba perseroan pun turun 44% menjadi Rp 688,2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News