Reporter: Christine Novita Nababan |
JAKARTA. Di awal tahun ini, PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) bakal merogoh kocek sedikitnya Rp 150 miliar untuk memperluas jaringan. Adapun, anggaran belanja modal perseroan tersebut ditujukan terutama untuk pengembangan layanan mobile banking, penambahan mesin ATM, hingga membuka kantor cabang baru paling banyak 10 unit.
Direktur Utama Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja menuturkan, sebetulnya, pihaknya fokus untuk mengoptimalkan kinerja kantor-kantor yang sudah ada. Ini demi efisiensi dan menekan biaya operasional. Maklum, perseroan mengincar rasio cost to income di bawah 60% dari posisi akhir kuartal ketiga tahun lalu yang sebesar 66%.
Parwati mengakui, layanan dan jaringan noncabang ini belum mampu menggantikan operasional kantor cabang. “Saat ini, generasinya memang lebih senang bertransaksi elektronik. Tetapi, layanan virtual ini sifatnya hanya melengkapi. Karenanya, kami juga tetap meningkatkan jaringan kantor cabang,” ujarnya ditemui, akhir pekan lalu.
Asal tahu saja, perseroan memang berkomitmen untuk mengembangkan layanan perbankan dengan telepon genggam bagi segmen usaha kecil dan menengah (UKM). Kendati industri perbankan telah menggagas dan menerapkan ide ini sejak lama, namun belum banyak yang mengerti kebutuhan pelaku UKM terhadap layanan serupa.
Saat ini, OCBC NISP masih melakukan sejumlah persiapan infrastruktur dan teknologi. Layanan canggih tersebut diperkirakan meluncur pada tahun ini juga. Termasuk, rencana perseroan membuka kurang dari 10 kantor cabang baru dan 50 mesin ATM yang akan tersebar di beberapa kota besar, antara lain Makasar, Medan dan Jakarta.
Tidak hanya itu, OCBC NISP juga berencana melakukan relokasi kantor. Baik kantor cabang baru dan relokasi ini memakan biaya investasi sekitar Rp 1 miliar per cabang. “Relokasi kantor lantaran pusat keramaiannya berpindah. Karenanya, kami akan mengikuti pusat keramaian tersebut, agar kinerja cabang lebih optimal,” imbuh Parwati.
Sekadar informasi saja, di sepanjang tahun ini, OCBC NISP mengincar pertumbuhan bisnis di kisaran 20% sampai 30%. Sebagai strategi, bisnis kredit dari sektor UKM dan ritel akan dipertahankan sebanyak 60%-65%. Sedangkan sisanya bakal mengalir ke kredit korporat. Alasannya, kredit sektor UKM dan ritel lebih stabil dan tahan guncangan.
Parwati menambahkan, untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis itu, serta menjaga capital adequacy ratio alias CAR di kisaran 14%-15%, perseroannya juga berencana menerbitkan saham baru pada pertengahan tahun ini. Sayang, dia belum bersedia menjelaskan lebih rinci terkait kebutuhan dana dari aksi right issue tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News