Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai penempatan investasi di Surat Berharga Negara (SBN) masih akan menjadi pilihan bagi perusahaan asuransi pada 2024.
Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwiyanto menyampaikan, selain SBN, instrumen deposito diperkirakan juga akan menjadi pilihan lainnya.
"Trennya kelihatan makin diminati oleh anggota kami. Meskipun demikian, tetap tergantung dari risk appetite tiap-tiap perusahaan asuransi umum anggota AAUI itu sendiri," ucapnya kepada Kontan.co.id, Senin (1/1).
Bern mengatakan ada sejumlah alasan perusahaan asuransi umum memilih SBN sebagai instrumen investasi.
Baca Juga: OJK Merilis POJK Asuransi Kredit, Ini yang Ingin Dibenahi
Menurutnya, SBN umumnya dianggap sebagai investasi yang lebih aman dibandingkan saham. Sebab, merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah.
"Selain itu, imbal hasil SBN biasanya lebih stabil dan memiliki risiko yang lebih rendah daripada saham," ujarnya.
Bern menjelaskan SBN merupakan investasi paling aman karena dijamin negara, dalam arti perusahaan juga melakukan majemen risiko dalam hal penempatan investasi. Di samping itu, dia menyampaikan ada sejumlah keuntungan memilih investasi SBN.
Adapun sejumlah keuntungan tersebut, yakni pajak lebih rendah dari deposito, imbal hasil menarik, risiko investasi relatif rendah, aman dari fluktuasi pasar, terdapat fasilitas early redemption (pencairan lebih awal), hingga bentuk kontribusi untuk pembangunan negara.
Sebelumnya, AAUI menyebut sebagian besar atau 33,3% dari investasi industri asuransi umum ditempatkan di instrumen SBN dengan nilai Rp32,82 triliun hingga kuartal III 2023.
Baca Juga: AAUI Sebut Tidak Semua Produk Asuransi Dapat Didigitalisasi, Ini Alasannya
Adapun per kuartal III 2023, total investasi yang dilakukan industri asuransi umum mencapai Rp 98,64 triliun atau tumbuh 9,02% YoY, jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 90,47 triliun.
Selain itu, industri asuransi umum juga berinvestasi pada instrumen deposito, baik berjangka maupun sertifikat, dengan porsi sebesar 24% atau senilai Rp 23,69 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News