kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ada debitur restrukturisasi berisiko tinggi, begini proyeksi NPL bank BUMN tahun ini


Minggu, 31 Januari 2021 / 19:49 WIB
Ada debitur restrukturisasi berisiko tinggi, begini proyeksi NPL bank BUMN tahun ini
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi keuangan di kantor cabang Bank Mandiri Bursa Efek Indonesia Jakarta, Rabu (27/1). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/27/01/2021.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank pelat merah telah melakukan restrukturisasi kredit cukup besar terhadap debitur terdampak pandemi Covid-19 sepanjang 2020. Dari jumlah debitur yang telah mendapatkan relaksasi tersebut tetap ada yang masuk dalam kategori berisiko tinggi sehingga berpotensi turun kasta ke dalam kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). 

Oleh karena itu, menjaga kualitas kredit masih tetap menjadi tantangan bank Himbara tahun ini sama seperti tahun lalu. Sebagian bank memprediksi rasio NPL di tahun 2021 ini masih berpotensi lebih tinggi dari tahun sebelumnya mengingat fasilitas restrukturisasi kredit tidak bisa lagi diberikan kepada debitur yang masih tetap mengalami pemburukan kinerja setelah mendapatkan restrukturisasi tahap pertama. 

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2022 yang sebelumnya hanya hingga 31 Maret 2021. Itu tertuang dalam POJK Nomor 48 /POJK. 03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020.

Baca Juga: Bank Syariah Indonesia (BRIS) resmi terbentuk, begini efek bagi IKNB syariah

PT Bank Mandiri Tbk salah satu yang memproyeksi NPL berpotensi lebih tinggi tahun ini yakni bisa mencapai 3,3%-3,4%.  Sementara tahun 2020, Bank berlogo pita kuning biru ini mencatatkan NPL di level 3,1%, meningkat dari 2,3% pada tahun sebelumnya.

Ahmad Siddik Badruddin Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri mengatakan, NPL diproyeksi naik karena sekitar 10%-11% dari kredit yang direstrukturisasi tahun lalu masuk dalam kategori beresiko tinggi sehingga tidak bisa lagi diberikan perpanjangan restrukturisasi. "Jumlah tersebut berpotensi downgrade ke NPL," katanya pada KONTAN, Sabtu (30/1). 

Hingga Desember 2020, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi secara efektif sebanyak Rp 113 triliun. Sementara jumlah debitur yang masuk NPL dari total yang sudah direstrukturisasi itu masih sangat kecil atau kurang dari 0,5%. 

Dengan terbitnya POJK 48/POJK.03/2020, Siddik bilang Bank Mandiri terus melakukan evaluasi debitur atas debitur restrukturisasi Covid-19. Mereka  perlu melakukan monitoring ketat untuk memastikan bahwa debitur yang telah mulai membayar memang sustainable dan tidak akan mengalami pemburukan kredit di kemudian hari. 

Untuk mengantisipasi pemburukan kualitas kredit, Bank Mandiri memproyeksikan pembentukan pencadangan kredit atau biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)tahun 2021 di kisaran Rp16 triliun- Rp17 triliun. Itu lebih rendah dari tahun lalu yakni sebesar Rp 18 triliun. 

Baca Juga: Kadin: Suku bunga kredit jadi masalah investor dalam negeri

Selain melalukan restrukturisasi, Bank Mandiri juga melakukan upaya-upaya lain untuk menjaga kualitas kredit. Perseroan akan fokus menyalurkan kredit pada sektor yang masih memiliki prospek baik dan terus melakukan monitoring atas debitur eksisting yang berpotensi mengalami penurunan kualitas kredit. 

Kemudian, mengupayakan disiplin watchlist sebagai early warning signal sehingga account strategy dapat segera dijalankan, melakukan stress test untuk mengidentifikasi debitur maupun sektor yang berpotensi mengalami penurunan kualitas kredit dan melaksanakan monitoring secara bulanan untuk menjaga NPL sesuai dengan proyeksi bank.

Sementara berbeda dengan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Bank ini justru memproyeksikan NPL bakal menyusut tahun ini meskipun dari debitur terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi ada ada yang berpotensi jadi NPL.

BTN menargetkan bisa menjaga NPL di level 3,64% tahun ini. Bank ini belum merilis kinerjanya sepanjang tahun 2020, namun rasio NPL-nya secara gross per kuartal III  ada di level 4,56%, mengalami penurunan Rp 4,78% pada tahun 2019.

Selain melakukan restrukturisasi kredit, Direktur Collection & Asset Management Bank BTN Elizabeth Novi mengatakan, pihaknya juga fokus terhadap penjualan aset NPL dengan melakukan berbagai alternatif penjualan, baik penjualan secara individual maupun penjualan secara borongan atau bulk sales guna mencapai target NPL tersebut.

Hingga Desember 2020, Bank BTN telah melakukan restrukturisasi debitur terdampak Covid-19 kepada 330.000 dengan pokok kredit mencapai Rp 57, 51 triliun. Sampai jatuh tempo restrukturisasi, diprediksi ada sekitar 7,6% kredit yang akan bergeser ke NPL.

Baca Juga: Resmi jadi BRIS besok 1 Februari, simak kinerja bank syariah BUMN jelang sah merger

Untuk mengantisipasi resiko kredit, BTN telah mempersiapkan rencana pencadangan sebesar Rp1,2 triliun  atau naik naik 2% jika dibandingkan dengan pencadangan yang dilakukan pada tahun lalu sekitar Rp 2,15 triliun.

Adapun NPL PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) tahun lalu meningkat hingga 200 basis poin ke level 4,3% dari 2,3% tahun 2019. Bank ini telah melakukan pencadangan 182,4% untuk mengantisipasi resiko NPL tersebut.

BNI menyakini NPL tahun ini akan turun ke bawah 4%. Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan, rasio kredit bermasalah akan menipis sejalan dengan potensi membaiknya ekonomi tahun ini karena proses vaksinasi Covid secara global. "Kami memperbaiki proses kredit dan manajemen risiko sejak 2020, dampaknya akan terlihat di 2021. Pencadangan di 2021 akan kami proyeksikan lebih rendah seiring membaiknya NPL, tapi akan lebih tinggi dari 2019," ujarnya.

Sepanjang tahun 2020, BNI telah melakukan restrukturisasi kredit dengan stimulus Covid-19 sebesar Rp102,4 triliun atau 18,6% dari total pinjaman perseroan. 

Baca Juga: Perbankan perkuat digital banking, angin segar untuk Anabatic Technologies (ATIC)

Sedangkan restrukturisasi kredit  PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) lebih besar lagi yakni mencapai Rp 218,6 triliun yang diberikan pada 2,8 juta debitur. Tahun lalu, NPL bank ini hanya naik tipis dari 2,8% tahun 2019 menjadi Rp 2,99%.

Tahun ini, BRI akan tetap menjaga NPL di bawah 3%. Aestika Oryza Gunarto Sekretaris BRI mengatakan, tren restrukturisasi sudah menurun sejak kuartal III 2020 yang mengindikasikan telah terjadi pemulihan bisnis debitur. Oleh karena itu, BRI memprediksi kualitas dan kemampuan membayar para debitur UMKM akan meningkat ke depan.

Untuk mengantisipasi resiko kredit akan dilakukan pencadangan lebih dari 200% tahun ini. 

Selanjutnya: Tahun lalu, BRI meraup laba senilai Rp 18,660 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×