kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada relaksasi kredit, bagaimana nasib perbankan?


Minggu, 29 Maret 2020 / 17:40 WIB
Ada relaksasi kredit, bagaimana nasib perbankan?
ILUSTRASI. Karyawan melakukan aktivitas di Smart Table yang merupakan layanan digital milik Bank BTN


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan dan perusahaan pembiayaan telah mengikuti instruksi Presiden Joko Widodo untuk memberikkan keringan kredit kepada debitur yang terdampak perlambatan ekonomi akibat Covid-19. Hal ini sudah tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No.11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical.

Kendati menjadi angin segar bagi sebagian besar debitur khususnya di segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), kebijakan semacam ini praktis membuat bank harus lebih cekatan menjaga kualitas kredit. Walau secara aturan seluruh debitur yang terdampak Covid-19 kualitas kreditnya boleh dikategorikan sebagai kredit lancar, bank tetap harus membentuk pencadangan agar tidak menjadi bumerang bagi kinerja perusahaan.

Baca Juga: Mau dapat keringanan kredit dari Bank Mandiri? Simak syaratnya

Beberapa bank mengaku, dengan kondisi keuangan saat ini sebenarnya kemampuan bank untuk menggawangi kredit masih cukup kuat. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) misalnya yang mayoritas kreditnya merupakan KPR Bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 

Direktur Keuangan dan Tresuri Bank BTN Nixon Napitupulu mengatakan, saat ini dan ke depannya rasio pencadangan BTN akan selalu dijaga di atas 100%.

Bila berkaca pada awal tahun 2020, industri perbankan memang sudah dipersenjatai dalam menghadapi perlambatan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang mewajibkan bank memupuk lebih besar pencadangan. 

Misalnya Bank BTN, per Februari 2020 ini posisi rasio pencadangan (coverage ratio) sudah lebih dari 100%. Jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 43,42%.

Secara langsung, pencadangan yang lebih jumbo ini praktis membuat kualitas kredit perseroan akan lebih terjaga. Nixon menerangkan, efek perlambatan ekonomi akibat Covid-19 pastinya akan menimpa debitur KPR TN. Walau, risikonya menurut analisa perseroan lebih rendah dibandingkan jenis kredit lain. 

"KPR harusnya lebih dulu dibayar, dibanding Kredit tanpa agunan lainnya," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (27/3).

Saat ini, BTN tengah memperlengkap data debitur untuk menghitung besaran dampak penyebaran virus corona. Sambil menjaga rasio pencadangan stabil di atas 100% sampai akhir tahun. 

"Kita lihat dulu, terutama pergerakan kredit yang lancar (kol 1) ke kol 2 atau masuk NPL. Setelah Maret dan April baru akan terlihat," imbuhnya.

Bank besar seperti PT Bank Mandiri Tbk memastikan walau kondisi perekonomian sedang tidak stabil, kondisi keuangan perusahaan masih dalam batas aman. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rully Setiawan secara singkat bilang kalau posisi rasio pencadangan Bank Mandiri telah berada di kisaran 250% per kuartal I 2020 ini. "Jauh di atas rata-rata 10 tahun terakhir yang sebesar 160%," terangnya.

Baca Juga: Mau ajukan keringanan kredit akibat corona, ikuti tata cara berikut

Dengan pencadangan yang super jumbo tersebut, Bank Mandiri tentunya sangat diuntungkan. Sebab, Bank Mandiri bisa lebih fleksibel menjaga kualitas kredit di tengah situasi yang dinilai kurang kondusif seperti saat ini.

Asal tahu saja, Bank Mandiri sebelumnya telah menggaungkan rencana pemberian keringanan kredit bagi nasabah perusahaan yang terdampak Covid-19 dengan pinjaman kurang dari Rp 10 miliar. Beberapa keringanan yang bisa diberikan antara lain kebijakan penundaan kredit, rescheduling, pengurangan suku bunga, atau restrukturisasi kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×