Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending masih berupaya naik kelas dari status terdaftar menjadi berizin. Berdasarkan Data Otoritas Jasa Keuangan dari 113 fintech P2P lending yang terdaftar baru ada lima entitas yang mengantongi izin yakni Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kilat, dan Kimo.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan sebenarnya masih banyak perusahaan P2P lending terdaftar yang tengah berjuang mendapatkan izin dari otoritas. Lantaran, terdapat tengat waktu dari OJK bagi p2p lending untuk mengajukan izin yakni setahun setelah menerima tanda daftar.
“Sesuai dengan peraturan OJK ada batas waktu maksimal satu tahun mengajukan izin dari tanda daftar. Nah, kalau bicara dari sisi tanggal tanda daftar saja, mungkin ada sekitar 30 hingga 40 yang telah mengajukan perizinan. Termasuk lima yang sudah mendapatkan izin. Mungkin karena banyak tahapannya membutuhkan proses waktu,” ujar Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI, Tumbur Pardede di Jakarta, Kamis (16/5).
Tumbur menegaskan bukan berarti izin diperoleh setelah menunggu satu tahun. Bisa saja platform yang menyiapkan dengan matang sudah dapat dengan cepat mendapatkan tanda izin. Guna mendorong anggota lainya yang masih terdaftar tapi belum mendapatkan izin, asosiasi menyiapkan berbagai strategis.
Dalam waktu dekat, AFPI akan membetuk working group licence untuk mendiskusikan dan berbagi pengalaman dalam pengurusan izin. Sebelumnya, Tumbur menyebut asosiasi juga sudah aktif melakukan berbagai pelatihan dan seminar bagi semua stakeholder fintech legal terkait izin ini termasuk kepada pemegang saham.
Co-Founder & CEO Investree, Adrian Gunadi menyebut tahapan paling menantang dalam pengurusan izin adalah mengintegrasikan teknologi fintech dengan semua persyaratan yang diberikan OJK. Sedangkan Bernard Martian selaku Founder dari Kimo menyatakan pihaknya sempat kembali mengajukan izin lantaran harus melengkapi pesyaratan sertifikat ISO 27001.
“Setelah memiliki izin, ada peningkatan compliance terganting bisnisnya. Misalnya harus menggunakan auditor yang masuk dalam list OJK. Menjalankan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT), memastikan menjalankan ISO 27001. Juga kita Bersama asoisasi dan OJK akan membangun sistem pelaporan. Itu semua membutuhkan cost,” jelas Adrian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News