kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.945.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.290   6,00   0,04%
  • IDX 7.606   72,54   0,96%
  • KOMPAS100 1.082   12,15   1,14%
  • LQ45 800   6,71   0,85%
  • ISSI 254   -0,52   -0,20%
  • IDX30 413   4,37   1,07%
  • IDXHIDIV20 473   6,15   1,32%
  • IDX80 121   0,84   0,71%
  • IDXV30 126   2,02   1,63%
  • IDXQ30 132   1,65   1,26%

AFPI Sudah Bertemu KPPU Bahas Dugaan Kartel Bunga Pinjol


Senin, 11 Agustus 2025 / 15:55 WIB
AFPI Sudah Bertemu KPPU Bahas Dugaan Kartel Bunga Pinjol
ILUSTRASI. Pinjaman online. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mengusut kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mengusut kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending.

KPPU juga akan menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjol pada Kamis (14/8/2025).

Mengenai hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengakui sudah berkali-kali bertemu dengan pihak KPPU menjelaskan kronologi dan alasan pengaturan bunga di industri fintech lending.

Ketua Umum AFPI Entjik Djafar menyampaikan, pengaturan bunga oleh asosiasi yang berdasarkan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada saat itu. Tujuannya untuk melindungi konsumen dari maraknya pinjol ilegal.

"Apakah pernah diskusi dengan KPPU? Saya empat kali dipanggil, saya sudah menjelaskan bahwa kami tidak ada niat jahat, kami hanya mau protect konsumen dengan batas atas (bunga). Kalau ada yang mau lebih murah, silakan. Tujuannya untuk memproteksi supaya jangan tinggi (bunga) bukan untuk keuntungan," katanya saat menghadiri acara di kawasan Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025).

Baca Juga: KPPU akan Gelar Sidang Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol pada Kamis (14/8)

Entjik lantas mempertanyakan maksud dari KPPU menuduh industri fintech lending bersekongkol seperti penjahat dalam menyesuaikan bunga pinjaman dan menyebut bahwa ada kartel.

Dia lantas membantah hal tersebut dan menegaskan bahwa penyesuaian bunga yang dilakukan berasal dari arahan OJK.

"Saya juga bertanya ke KPPU bahwa mereka berpihak ke mana? Pinjaman daring (pindar) atau pinjol ilegal? Kenapa pinjol ilegal itu tidak dituntut karena bunganya begitu tinggi? Padahal, kami selalu menentukan bunga itu dari arahan OJK dan diskusi dua arah dengan OJK," tuturnya.

Entjik menyoroti sebenarnya yang lebih penting saat ini memberantas pinjol ilegal karena banyak masyarakat yang menjadi korban. Oleh karena itu, dia menilai tidak fair bahwa pinjol ilegal dibiarkan, sedangkan pindar dituduh berniat jahat untuk konsumen.

OJK Sudah Surati KPPU

Entjik juga menyampaikan OJK sebenarnya sudah membuat surat ke KPPU dan OJK juga sudah mengumumkan keterangan resmi soal dugaan kartel bunga pinjol yang dituduhkan KPPU.

Dia bilang pada 2018, asosiasi bersama regulator menyesuaikan bunga pinjaman karena ingin membedakan pindar dengan pinjol ilegal. Saat itu, pinjol ilegal mengenakan bunga yang sangat tinggi, sehingga membingungkan masyarakat juga dalam membedakan pinjol ilegal dengan pindar.

"Membedakan yang terdaftar di OJK dengan pinjol ilegal. Itu mungkin tujuan kami yang paling mendasar, sehingga OJK mengarahkan bahwa industri harus mengatur bunga. Angka awal 0,8% itu base-nya dari fintech lending di Inggris," ungkapnya.

Adapun AFPI kemudian menyesuaikan bunga pinjaman menjadi 0,4% pada 2021. Usai adanya payung hukum yang lebih jelas seiring terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), Entjik bilang pengaturan bunga sepenuhnya dilakukan OJK pada 2023.

Baca Juga: KPPU Sebut Proses Persidangan Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Tetap Berjalan

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman sempat mengatakan OJK menghormati jalannya proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPPU.

Agusman menyebut pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga fintech lending oleh AFPI sebagai bagian dari ketentuan Kode Etik (Pedoman Perilaku) sebelum terbitnya Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending, merupakan arahan OJK pada saat itu.

Dia menerangkan penetapan batas maksimum bunga tersebut ditujukan demi memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi.

"Sekaligus membedakan pinjaman online legal (fintech lending) dengan yang ilegal (pinjaman online/pinjol),” kata Agusman dalam keterangan resmi, Selasa (20/5/2025).

Selanjutnya, Agusman bilang, dalam Pasal 84 Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang LPBBTI tercantum penjelasan asosiasi atau AFPI berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan penyelenggara, serta membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat. 

Dalam kaitan dengan hal itu, dia menyebut, AFPI diminta untuk turut membantu menertibkan anggotanya memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang terkait dengan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga.

Agusman juga menjelaskan bahwa pengaturan terkait batasan maksimum manfaat ekonomi atau bunga yang dimaksud merupakan hal-hal yang sangat diperlukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi dan dalam rangka menjaga integritas industri fintech lending. 

Baca Juga: Diusut KPPU, Eks Pejabat OJK Akui Beri Perintah Penetapan Bunga Pinjol ke Asosiasi

Awal Mula Kasus

Sebagai informasi, kasus dugaan kartel bunga pinjol bermula ketika KPPU menduga adanya pelanggaran Pasal 5 di UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan bersama penyelenggara fintech lending soal penetapan bunga. Adapun KPPU mengusut penyesuaian bunga yang terjadi pada periode 2020-2023.

KPPU menyoroti perusahaan fintech lending yang tergabung dalam asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), secara bersama-sama diduga membuat atau melaksanakan perjanjian penetapan harga atau bunga yang dikenakan ke konsumennya sebesar 0,8% berdasarkan pedoman asosiasi, kemudian menjadi 0,4% pada 2021.

KPPU menyebut pengaturan kesepakatan harga atau bunga tidak boleh dilakukan pelaku usaha. KPPU menilai pengaturan harga harusnya dilakukan lembaga negara, regulator, atau pemerintah. 

Baca Juga: KPPU: Pengusutan Dugaan Kartel Bunga Pinjol Berasal dari Temuan Internal

Selanjutnya: Rekrutmen Dibuka Besok (12/8), Cek Syarat & Link Pendaftaran Damkar Jakarta Barat

Menarik Dibaca: Tips Cara Cerdas Ambil Keputusan Finansial Tanpa Nyesel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×