Reporter: Ferry Saputra | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menggelar sidang perdana kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending pada Kamis (14/8/2025).
Melansir situs resmi, KPPU mengagendakan sidang perdana kasus dugaan kartel bunga pinjol pada Kamis (14/8/2025). Agenda pertamanya, yakni pemaparan laporan dugaan pelanggaran oleh investigator.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur membenarkan bahwa sidang dugaan kartel bunga pinjol akan digelar sesuai jadwal di situs resmi KPPU.
"Betul," katanya kepada Kontan, Senin (11/8/2025).
Baca Juga: OJK Catat 8.929 Aduan Soal Pinjol Ilegal, Ketahui 427 Daftarnya agar Tak Buntung
Sebelumnya, Deswin juga sempat mengatakan kepada Kontan bahwa pengusutan kasus dugaan kartel bunga pinjol merupakan temuan internal KPPU, bukan berasal dari laporan.
Kasus itu bermula ketika KPPU menduga adanya pelanggaran pasal 5 di UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan bersama penyelenggara fintech lending soal penetapan bunga. Adapun KPPU mengusut penyesuaian bunga yang terjadi pada periode 2020-2023.
KPPU menyoroti perusahaan fintech lending yang tergabung dalam asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), secara bersama-sama diduga membuat atau melaksanakan perjanjian penetapan harga atau bunga yang dikenakan ke konsumennya sebesar 0,8% berdasarkan pedoman asosiasi, kemudian menjadi 0,4% pada 2021.
KPPU menyebut pengaturan kesepakatan harga atau bunga tidak boleh dilakukan pelaku usaha. KPPU menilai pengaturan harga harusnya dilakukan lembaga negara, regulator, atau pemerintah.
Penjelasan regulator
Mengenai kasus dugaan kartel bunga pinjol, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah angkat bicara. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman sempat mengatakan OJK menghormati jalannya proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPPU.
Agusman menyebut pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga fintech lending oleh AFPI sebagai bagian dari ketentuan Kode Etik (Pedoman Perilaku) sebelum terbitnya Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending, merupakan arahan OJK pada saat itu. Dia menerangkan penetapan batas maksimum bunga tersebut ditujukan demi memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi.
"Sekaligus membedakan pinjaman online legal (fintech lending) dengan yang ilegal (pinjaman online/pinjol),” kata Agusman dalam keterangan resmi, Selasa (20/5/2025).
Baca Juga: KPPU Duga Ada Kartel Bunga Pinjol, Begini Respons AFPI
Selanjutnya, Agusman bilang dalam Pasal 84 Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang LPBBTI tercantum penjelasan asosiasi atau AFPI berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan penyelenggara, serta membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat.
Dalam kaitan dengan hal itu, dia menyebut AFPI diminta untuk turut membantu menertibkan anggotanya memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang terkait dengan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga.
Agusman juga menjelaskan bahwa pengaturan terkait batasan maksimum manfaat ekonomi atau bunga yang dimaksud merupakan hal-hal yang sangat diperlukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi dan dalam rangka menjaga integritas industri fintech lending.
Selanjutnya: Profit 27,84% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Turun (11 Agustus 2025)
Menarik Dibaca: Melorot, Harga Emas Antam Turun Hari Ini Senin 11 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News