Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Tren teknologi informasi (TI) di bisnis asuransi tidak akan serta merta menggusur jalur distribusi keagenan yang telah berkontribusi hingga 60% terhadap premi industri asuransi jiwa. Kanal keagenan justru diyakini masih akan bertahan hingga 20 tahun ke depan.
Hal ini dikarenakan keputusan masyarakat untuk membeli produk asuransi jiwa masih business to business (B2B). Bahkan, jalur distribusi melalui bank mitra alias bancassurance sekalipun masih menempatkan tenaga pemasar. Selain itu, karakteristik produk asuransi jiwa itu sendiri yang jangka panjang.
Memang, tren TI di bisnis asuransi terus berkembang. Di industri asuransi jiwa, misalnya, seluruh pelaku usaha sudah memanfaatkan peran TI ini. Pemanfaatannya mulai dari membangun data warehouse untuk business inteligence, penerapan sistem pengambilan keputusan, hingga mengembangkan e-commerce.
"Namun, perlu diketahui, TI atau e-commerce ini baru digunakan oleh masyarakat berpendidikan tinggi. Jadi, saya kira, peranan agen itu sendiri di asuransi jiwa masih akan digunakan dalam 20 tahun ke depan," ujar Hendrisman Rahim, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, Selasa (17/3).
Jangan heran, meski TI dan e-commerce terus dikembangkan, kanal keagenan belum ditinggalkan. Bahkan, industri asuransi jiwa sendiri menargetkan untuk menggandeng 500.000 agen hingga akhir tahun nanti. Akhir tahun lalu, jumlah agen industri asuransi jiwa mencapai 240.000 orang.
Kanal keagenan sendiri berkontribusi hingga 60% terhadap total premi yang dikantongi industri asuransi jiwa. Sisanya berasal dari jalur distribusi bancassurance. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, industri asuransi jiwa berhasil menghimpun premi sebesar Rp 270 triliun di sepanjang tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News