Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi merger dan akuisisi sektor keuangan masih berlanjut di tengah pandemi. Terbaru, Mitsubishi UFJ Lease & Finance dan Hitachi Capital telah mengumumkan akan merger seperti pemberitaan Nikkei Asia pada Kamis (8/10).
Bila aksi ini rampung, maka penjualan kedua perusahaan setelah bergabung bisa mencapai ¥ 1,4 triliun atau US$ 13,2 miliar. Setelah penggabungan, total aset akan menjadi ¥ 10 triliun yen dengan pendapatan bersih lebih dari ¥ 100 miliar.
“Ini contoh yang berpotensi mengakibatkan perusahaan pembiayaan terkait di Indonesia bisa merger juga. Kita monitor saja,” ujar Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan kepada Kontan.co.id pada Kamis (8/10).
Baca Juga: Pefindo tegaskan peringkat obligasi Adira Finance di level idAAA
Memang kedua perusahaan yang berpusat di Jepang itu, juga memiliki perusahaan pembiayaan terafiliasi dan beroperasi di Indonesia. Bambang pun menilai perusahaan yang ada di Indonesia memiliki potensi untuk bergabung.
Selain potensi merger ini, di tanah air salah satu grup fintech peer to peer lending yakni Kredivo merampungkan akuisisi PT Swarna Niaga Finance. CEO Kredivo Indonesia (PT Finaccel Teknologi Indonesia) Alie Tan mengatakan, dengan aksi ini tidak ada yang berubah dari segi bisnis Krevido.
“Sejak awal skema pembiayaan Kredivo memang didominasi olah pembiayaan pembelanjaan produk di merchant, bukan pinjaman tunai, maka dari itu lisensi multifinance lebih cocok untuk bisnis kami,” ujar Alie kepada Kontan.co.id.
Ia menambahkan, Kredivo berharap bisa bertumbuh dengan pesat setelah aksi ini. Sehingga mampu melayani 10 juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan. Pasca akuisisi ini, Swarna Niaga Finance berganti nama menjadi PT FinAccel Finance Indonesia.
Baca Juga: Langgar 4 ketentuan regulator, OJK bekukan usaha Intensif Multi Finance
“Harus diluruskan pemahaman, yang mengakuisisi Swarna itu Finnacel. Grup Keuangan yg berbasis di Singapore tetapi juga ada WNI-WNI nya. Sebagian dari mereka juga memiliki peer to peer lending di Indonesia,” jelas Bambang.
Melihat hal ini, Bambang menekankan aksi ini tidak berarti, pembiayaan tunai melesu akibat kehadiran fintech. Walaupun Ia mengaku perusahaan pembiayaan dan P2P lending bisa memasuki pasar yang sama.
“Ada irisan, tetapi tidak besar. Plafon perusahaan pembiayaan bisa hingga Rp 500 juta. Perusahaan pembiayaan juga harus dilengkapi dengan agunan. Tentu berbeda dengan fintech P2P lending,” tutur Bambang.
Lanjut Bambang, proses akuisisi dan merger merupakan hal yang wajar. Sehingga bukan berarti bisnis pembiayaan multifinance bisa dikalahkan oleh fintech P2P lending. “Pandemik atau tidak pandemik, gejala akuisisi ini hal yang normal saja. Kadang-kadang karena ultimate shareholders-nya merger maka subs-subs di sini mengikuti,” pungkas Bambang.
Baca Juga: Akulaku Finance turut berpartisipasi dalam Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2020
Asal tahu saja, pandemi Covid-19 memukul telak perusahaan pembiayaan. Selain harus merestrukturisasi pembiayaan terkena dampak pandemi, permintaan pembiayaan baru masih lemah akibat ekonomi lemah darah.
“Di Industri Keuangan Non Bank, hingga Agustus 2020 pertumbuhan piutang pembiayaan masih mencatatkan kontraksi yang cukup dalam yakni -12,86%yoy dengan non performing financing 5,2%. Sedangkan gearing ratio masih terjaga rendah 2,4kali di bawah threshold 10 kali,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pekan lalu.
Adapun realisasi pembiayaan multifinance hingga Agustus 2020 senilai Rp 391,96 triliun. Sedangkan pada Agustus 2019 senilai Rp 449,80 triliun.
Selanjutnya: Pembiayaan multifinance melorot 12,86% per Agustus 2020 akibat pandemi Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News