Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi debt collector di sektor jasa keuangan lagi-lagi menjadi sorotan. Baru-baru ini debt collector platform kredit digital, Kredivo, viral karena mengancam nasabah saat melakukan penagihan.
Terkait hal itu, Pengamat sekaligus Direktur Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus ikut bertanggung jawab menata regulasi mengenai penggunaan jasa pihak ketiga atau debt collector di sektor jasa keuangan.
"Solusinya regulasi harus diatur eksplisit oleh OJK dalam bentuk peraturan teknis debt collector. Selain itu, tidak boleh adanya outsourcing debt collector karena kontrak borrower dengan fintech bukan dengan debt collector," ucapnya kepada KONTAN.CO.ID, Kamis (26/10).
Bhima mengatakan selama ini permasalahan utamanya terletak pada regulasi terkait debt collector. Dia mengatakan regulasi tersebut diserahkan pada self regulatory yang sulit diawasi penerapannya.
Baca Juga: Viral Penagihan oleh Debt Collector, OJK Telah Minta Kredivo Lakukan Pemeriksaan
"Kedua, sebagian fintech menyerahkan debt collector ke pihak ketiga selain untuk menghemat biaya juga agar terhindar dari tanggung jawab," ujarnya.
Menurut Bhima, selama ini kalau ada penagihan yang melanggar kode etik, yang disalahkan adalah pihak ketiga perusahaan debt collector.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut penggunaan jasa pihak lain atau debt collector oleh fintech peer to peer (P2P) lending diperbolehkan. Hal itu sudah tercantum dalam POJK nomor 10/POJK.05/2022.
Terkait hal itu, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan menerangkan dalam POJK nomor 10/POJK.05/2022 telah mengatur mengenai ketentuan penagihan, tepatnya dalam pasal 102 sampai 104.
Dalam ketentuan tersebut, yakni Pasal 102 ayat (1), tercantum penyelenggara wajib melakukan penagihan kepada Penerima Dana, paling sedikit dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu dalam perjanjian pendanaan antara Pemberi Dana dan Penerima Dana.
"Selain itu, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (4) menyebut penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan. Lalu, penyelenggara wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)," ungkapnya.
Edi menambahkan dalam Pasal 104 ayat (1), tertera dalam melakukan penagihan, penyelenggara wajib memastikan bahwa penagihan dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam ketentuan tersebut, penagihan dalam fintech P2P lending dapat dilakukan secara inhouse atau dengan bekerja sama dengan pihak lain.
Baca Juga: Viral Video Dugaan Debt Collector Ancam Nasabah, Begini Kata Kredivo
Dalam hal bekerja sama dengan pihak lain, dia mengatakan pihak lain tersebut wajib memenuhi ketentuan memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
"Dengan adanya sertifikasi tersebut, penagihan dalam fintech P2P lending dapat dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya.
Sementara itu, Edi menjelaskan apabila ditemukan pelanggaran terkait penagihan dengan debt collector, penyelenggara fintech P2P lending wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama penagihan dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dan dikenakan sanksi administrasi sesuai yang ketentuan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News