kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Asabri harus simpan dana di SBN minimal 40%


Rabu, 13 April 2016 / 22:25 WIB
Asabri harus simpan dana di SBN minimal 40%


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Pemerintah membatasi pengelolaan akumulasi iuran pensiun prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia, dan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Pertahanan yang diinvestasikan ke surat berharga negara (SBN).

Akumulasi iuran pensiun tersebut dilaksanakan oleh pengelola program yang dalam hal ini adalah PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53/PMK.02/2016 yang telah ditandatangai Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan mulai berlaku awal April 2016.

Selain SBN, beleid tersebut menyebutkan bahwa akumulasi iuran pensiun berupa aset dalam bentuk investasi juga dapat ditempatkan dalam deposito berjangka pada bank pemerintah, dan saham yang tercatat di bursa efek. Selain itu, bisa juga ditempatkan dalam obligasi korporasi dan sukuk korporasi, reksadana, dan atau penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek).

Pasal 18 dalam PMK tersebut, mengatur bahwa batasan atas penempatan aset dalam bentuk investasi berupa SBN paling sedikit 40% dari jumlah investasi. Kemudian investasi berupa deposito berjangka pada bank pemerintah paling tinggi 30% dari jumlah investasi untuk setiap bank pemerintah.

Untuk investasi berupa saham yang tercatat di bursa efek, untuk setiap emiten paling tinggi 10% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 40% dari jumlah investasi. Untuk investasi berupa obligasi dan sukuk korporasi, untuk setiap emiten paling tinggi 15% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi.

Untuk investasi berupa reksadana, untuk setiap manajer investasi paling tinggi 15% dari jumlah investasi dan seluruhnya 50% dari total investasi. Sementara untuk investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap pihak tidak melebihi 5% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 10%.

Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, aturan ini untuk mempertajam kebijakan yang telah ada. Kebijakan tersebut juga untuk menyelaraskan dengan aturan lainnya. "Sekarang pengaturannya lebih baik dan harmonis dengan dana pensiun di Taspen," kata Askolani, Rabu (13/4).

Akhir Februari lalu, Kemkeu juga telah mengeluarkan PMK Nomor 23/PMK.02/2016 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negari Sipil yang selama ini dikelola oleh PT Taspen. Dalam aturan tersebut juga bahwa akumulasi iuran pensiun berupa aset dalam bentuk investasi yang ditempatkan ke dalam SBN, dibatasi paling sedikit 40% dari jumlah investasi.

Selain itu, batasan penempatan akumulasi iuran pensiun berupa aset dalam bentuk investasi ke dalam bentuk instrumen investasi lainnya, sama dengan iuran investasi PT Asabri.

Sebagaimana diketahui, pemerintah memang tengah mendorong agar dana asuransi dan dana pensiun masuk dalam SBN pemerintah. Hal tersebut dilakukan untuk menambah kepemilikan investor domestik dan mengurangi volatilitas di pasar SBN.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistinaningsih mengatakan bahwa aturan tersebut bisa menjadikan pemerintah menambah penerbitan Surat berharga Negara (SBN). Sebab, Sampai kuartal pertama tahun ini, pemerintah telah merealisasikan penerbitan SBN sebesar Rp 165,8 triliun atau 50,7% dari pagu.

"Artinya, pada kuartal-kuartal berikutnya dana pensiun akan berebut SBN," kata Lana.

Lebih lanjut menurut Lana, jika pemerintah menambah penerbitan SBN maka potensi tarik-menarik dana antara pemerintah dan perbankan semakin besar. Sebab, sampai kuartal pertama 2016, selain penerbitan SBN pemerintah yang cukup besar, pemerintah belum juga merealisasikan pembiayaan tersebut. Pemerintah harus melakukan percepatan realisasi belanja negara agar dana tersebut kembali mengalir dan likuiditas tidak terganggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×