Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Untuk mendukung program pemerintah terhadap sektor kelautan dan perikanan, termasuk kaum nelayan, industri asuransi umum siap memberikan perlindungan kapal nelayan. Dengan catatan, pemerintah menetapkan standar kelayakan untuk kapal-kapal nelayan.
Menurut Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), saat ini, banyak kapal nelayan merupakan kapal kayu. Ironisnya, banyak kapal kayu yang dimiliki setiap nelayan ini tidak memiliki buku kapal alias tanpa identitas resmi. Padahal, identitas ini prinsip mendasar dari asuransi.
Selain itu, ukuran kapalnya kecil. Semakin kecil kapal, semakin mudah mesin kapal untuk dipindah-pindahkan. “Ini penting. Harus ada standar untuk kami menetapkan profil risiko. Kalau kesepakatan terjadi dengan pemerintah, kami siap mengasuransikan kapal kayu nelayan, termasuk nelayan untuk risiko kecelakaan diri,” ujarnya, kemarin.
Saat ini, sambung Julian, belum banyak kapal nelayan yang diasuransikan, terutama kapal jenis kayu. Maklum, industri perbankan sendiri masih sedikit yang menggelontorkan kredit kapal untuk nelayan. Rangka kapal yang menjadi lini bisnis asuransi kerugian kebanyakan masih berasal dari kapal-kapal besi.
Sampai kuartal ketiga tahun ini, kontribusi premi dari lini bisnis asuransi rangka kapal masih berkisar 3% atau hanya sebesar Rp 1,176 triliun terhadap total premi industri asuransi umum yang sekitar Rp 38,976 triliun. Klaim rangka kapal cukup besar, yaitu naik 53,4% menjadi Rp 546,7 miliar di kuartal ketiga ini. Klaim tinggi disinyalir banyak kapal di Indonesia yang tidak layak beroperasi.
Sementara, dari sektor kemaritiman sendiri, industri asuransi telah memberikan perlindungan terhadap proyek-proyek pembangunan pelabuhan, termasuk kapal besi. “Potensi sektor kelautan dan perikanan sangat besar. Kami siap untuk mendukung perkembangan industri,” kata Fauzi Darwis, Ketua Umum AAUI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News