Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Yudho Winarto
Menurut Amin, jika berbicara mengenai kondisi bank umum secara rata-rata saat ini NPL nya masih jauh dibawah 5%, mungkin rata-rata di 2%-3%. Sementara di BPR bisa diatas itu angkanya secara NPL, mungkin di kisaran 6%-7%.
Jadi untuk menghindari melewati batas, upaya ini disebut Amin sangat strategis dan kalau dijalankan dengan baik maka bisa menjaga profil resiko secara umum di BPR dan BPRS dan ini juga akan menjaga kualitas BPR dan BPRS, sekaligus menjaga industri keuangan pada umumnya.
"Karena bagaimanapun jumlah BPR ini kan cukup banyak sampai ke pelosok-pelosok," katanya.
Amin menilai, situasi yang dihadapi BPR dan BPRS saat ini sangat rentan karena upaya yang dilakukan sering kali menjaga agar tetap prudent karena BPR sifatnya lebih tidak teralu selektif dalam resiko, pertimbangannya karena mungkin mereka melihat tingkat suku bunga dan lain sebagainya masih bisa di tolerir lebih tinggi dibandingkan bank pada umumnya.
Selain itu, BPR saat ini sudah berubah menjadi Bank Perekonomian Rakyat yang notabene mereka sudah menjalankan sedikitnya beberapa produk yang setara dengan bank umum, bahkan mereka bisa melakukan penambahan modal melalui IPO, dan ini akan sangat rentan manakala tidak dijaga kualitas kredit dan adanya peluang terjadinya NPL.
"Apalagi kalau terjadi pelanggaran batas maksimum pemberian kredit karena diberikan kepada satuan grup yang sama atau pihak-pihak terkait, dalam hal ini ada kaitannya dengan pengurus. Kalau dibaca dalam aturan itu saling silang antara direksi dan komisaris yang merangkap jabatan di BPR yang lain," imbuhnya.
Baca Juga: OJK Keluarkan Rancangan POJK Terkait Kualitas Aset BPR
Direktur Eksekutif Segara Institute sekaligus Pengamat Ekonomi Piter Abdullah menilai, aturan ini dimaksudkan untuk mendorong penyaluran kredit BPR dan BPRS tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian.
"Menurut saya OJK sudah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengeluarkan SEOJK ini dan diharapkan dapat mendorong keberlangsungan usaha BPR dan BPRS sebagai bank yang agile, adaptif, kontributif, dan resilient dalam memberikan akses keuangan usaha mikro dan kecil (UMK) serta masyarakat dalam lingkup daerah atau wilayahnya," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News