Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penipuan berkedok koperasi melalui digital semakin marak, khususnya tiga bulan terakhir ini. Hal tersebut lantaran memang kurangnya tenaga pengawas.
Suparno, Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa pegawai di instansi pusat lebih banyak dibandingkan rata-rata pegawai di daerah dengan rasio yang sangat tidak seimbang. Adapun di kabupaten/kota rasio pengawasan 1:54, Provinsi 1:18, dan pusat 1:6.
Berdasarkan data Kemkop dan UKM dari ODS Koperasi per 10 Oktober lalu, sebaran koperasi aktif berdasarkan wilayah keanggotaan secara nasional di pusat sebanyak 516 unit, provinsi sebanyak 4.151 unit, dan kab/kota sebanyak 137.475 unit.
Sedangkan untuk koperasi simpan pinjam (KSP) per 31 Desember 2017 tercatat ada 23.551 unit. "Jadi memang kami sendiri kewalahan untuk melakuian pengawasan," kata Suparno di Jakarta, Selasa (4/12).
Sahala Panggabean, Ketua KSP Nasari yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia menegaskan tiga bulan terakhir kasus penipuan mengatasnamakan koperasi makin marak. Adapun modus operandinya melalui pesan singkat (SMS) yang mengatasnamakan sebuah koperasi dan menawarkan pinjaman dengan bunga rendah.
Namun, Sahala belum bisa memberikan data terkait jumlah kasus berkedok koperasi tersebut. "Saya kurang mendata, karena tidak hanya Nasari, tetapi banyak koperasi. Namun, memang modusnya melalui SMS tiap hari dan gencar apalagi tiga bulan terakhir," ujarnya.
Tongan Lumban Tobing, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK menyebutkan bahwa dari OJK akan terus memonitor investasi ilegal. "Di tahun lalu kami menghentikan investasi ilegal 80 entitas, dan di tahun ini 108 entitas," ujarnya.
Walaupun begitu ia menyebutkan bahwa kebanyakan dari forex, bukan dari koperasi. Namun, dari koperasi OJK telah mencatat 12 koperasi yang terlibat investasi ilegal dan telah menangkap pelakunya.
Ia menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan jasa kredit online. Dari OJK disebutnya hanya ada 73 financial technology (fintech) yang yang terdaftar, sedangkan masih ada 404 lainnya yang belum terdaftar. "Jangan terlalu tergiur dengan iming-iming yang diberikan dari fintech yang tak terdaftar," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News