Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - SOLO. Permasalahan industri financial technology (fintech) bidang peer to peer (P2P) lending di Indonesia tidak hanya soal pemain illegal. Selain itu, peminjam atau borrower nakal juga kerap melakukan kecurangan yang merugikan P2P lending dan pemberi pinjaman (lender). Hal ini turut mengerek rasio peminjaman bermasalah atau NPL.
Guna mengantisipasi ini, Asosiasi Pendanaan Fintech Bersama Indonesia (AFPI) telah menyiapkan strategi menyaring peminjam nakal. Ketua umum AFPI Adrian Gunadi menyatakan, pihaknya sedang membangun pusat data fintech lending yang berisikan nama dan identitias peninjam nakal. AFPI juga mengandeng Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech) untuk memperkaya daftar nama peminjam nakal atau yang di-black list.
"Peminjam yang nakal akan kami tangkap di pusat data fintech lending yang lagi kami bangun yang berisi daftar peminjam black list. Kami bisa juga kerja sama dengan Aftech untuk berbagai dan memperbesar data. Jalan bareng, kalau sepotong-sepotong kita tidak bisa dapat besaran industrinya. Kami dengan Aftech berkoordinasi dan berafiliasi," ujar Adrian, di sela-sela acara Fintech Goes To Campus di Universitas Sebelas Maret, Solo, Sabtu (9/3).
Adrian melanjutkan lewat mekanisme ini, ia yakin, NPL industri fintech bisa jadi lebih baik. Ia bilang pada 2018 lalu, dengan total pembiayaan fintech sekitar Rp 22 triliun, NPL di kisaran 1,4%. Tahun ini, Adrian menyebut, asosiasi masih melihat pembiayaan masih bisa tumbuh dobel digit dan NPL masih akan terjaga.
"Kita ambil benchmark perbankan aja, sekarang NPL perbankan di 2,8% harapannya di bawah itu. Apalagi dengan mekanisme penagihan di atas 90 hari, sudah ada mekanisme write off, kerja sama dengan asuransi penjaminan. Hrusnya bisa dijaga di level yang sehat," imbuh Adrian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News