Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. PT Bank DKI menggugat PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dan PT Bursa Efek Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur terkait konversi utang WSBP sebesar Rp745,85 miliar yang disetujui menjadi Obligasi Wajib Konversi (OWK) yang dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Dalam gugatannya yang terdaftar pada 3 Januari 2024, Bank DKI menginginkan pembatalan penyetujuan konversi utang tersebut yang sebelumnya telah dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 Juni 2023 lalu. Pasalnya hal tersebut telah merugikan Bank DKI, dan menginginkan WSBP agar tetap melunasi utangnya kepada Bank DKI sebagaimana perjanjian kredit di awal.
Dengan demikian Bank DKI meminta tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp745,85 miliar dan kerugian immateril Rp1 miliar akibat konversi utang tersebut.
Baca Juga: Bank DKI Gugat Waskita Beton Precast (WSBP) di PN Jakarta Timur
Saat dihubungi Kontan terkait dengan gugatan tersebut, Bank DKI belum mau memberikan pernyataan resminya.
Di sisi lain, sebagai pihak yang tergugat, WSBP akan senatiasa menghormati proses hukum yang berlaku untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka menjaga kepentingan perseroan dan seluruh stakeholder.
VP Corporate Secretary WSBP Fandy Dewanto mengatakan sebelum melakukan RUPSLB dan menyetujui konversi utang menjadi Obligasi Wajib Konversi, perseroan dengan para stakeholder telah melakukan berbagai pertimbangan dan juga kajian hukum sesuai prosedur yang berlaku.
Fandy menjelaskan, dalam proses penyusunan seluruh skema, WSBP telah melalui diskusi dengan seluruh kreditur perbankan, obligasi, dan vendor, serta telah dilakukan kajian hukum.
Begitu juga dengan skema restrukturisasi yang telah dipaparkan WSBP pada persidangan rapat kreditur di Pengadilan Negeri. Fandy menyebut skema restrukturisasi juga telah berkekuatan hukum tetap/inkracht berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor 1455 K/Pdt.SusPailit/2022 tanggal 20 September 2022.
Dengan demikian ?WSBP berkomitmen melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian sesuai dengan amanat dari putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (MA), termasuk di dalamnya ketentuan mengenai penyelesaian kewajiban kepada Bank DKI.
"Pada prinsipnya kami tegas menjalankan putusan dan amanat dari Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (MA). sebelumnya pun Bank DKI pernah mengajukan kasasi ke MA dan ditolak oleh MA," kata dia kepada Kontan, Kamis (18/1).
Menanggapi persoalan gugatan Bank DKI tersebut, Pengamat Pasar Modal dan Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, untuk melihat faktor gugatannya, perlu untuk melihat aturan POJK yang dimaksud oleh tergugat dalam hal ini Bank DKI.
"Harus dilihat lagi aturan POJK-nya. Jika melanggar, saya pikir Bank DKI benar," kata dia kepada Kontan.
Lebih Lanjut Budi menyebut Obligasi Wajib Konversi memang kurang menarik untuk investor karena niat awal memegang obligasi adalah untuk mendapatkan bunga/kupon, "Ini juga pasti bisa berubah menjadi memegang saham yang belum pasti dapat dividennya," terang Budi.
Aturan POJK yang Dianggap Telah Dilanggar Tergugat
Jika melihat gugatan Bank DKI kepada para tergugat, para tergugat dianggap telah melanggar aturan POJK dalam hal implementasi konversi utang tersebut. Dalam hal ini Bank DKI merujuk pada aturan Pasal 16 POJK Nomor 40 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, dan Pasal 3 ayat (1) POJK No. 22 Tahun 2022 Tentang Kegiatan Penyertaan Modal Oleh Bank Umum penyertaan modal.
Adapun jika melihat telaah isi dari POJK yang dimaksud, yakni dimana pada Pasal 3 ayat (1) POJK No. 22 Tahun 2022 Tentang Kegiatan Penyertaan Modal Oleh Bank Umum penyertaan modal, disebutkan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dilarang melakukan Penyertaan Modal selain kepada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan.
Artinya dalam hal ini WSBP bukanlah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, namun bidang manufaktur beton precast, readymix, jasa konstruksi dan post tension.
Baca Juga: Bank DKI Menggandeng Fidac Inovasi Untuk Channeling Kredit Bagi ASN
Selain itu pada Pasal 16 POJK Nomor 40 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, tepatnya pada pasa 53 ayat f, dimana restrukturisasi kredit bisa dilakukan dengan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara, hal ini juga telah dijelaskan pada pasal 10 yang mana penyertaan modal dapat dilakukan dalam bentuk surat utang konversi wajib atau surat investasi konversi wajib.
Namun pada POJK tersebut juga dijelaskan atas kualitas penyertaan modalnya, dimana baiknya tempat penyertaan modal adalah perseroan dengan kategori lancar, dimana dalam hal pihak tempat Bank melakukan Penyertaan Modal memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian secara kumulatif berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit.
Ada juga kategori kualitas penyertaan modal kurang lancar, diragukan, hingga macet. Masing-masing kategori kualitas penyertaan tersebut juga diatur dengan jangka waktunya masing-masing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News