Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi keuangan sejumlah perusahaan pelat merah atau badan usaha milik negara (BUMN) semakin mengkhawatirkan di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Mereka menderita kerugian akibat pukulan pandemi tersebut ditambah dengan beban utang yang harus ditanggung. Tumpukan utang jangka pendek tengah menanti untuk diselesaikan.
Utang-utang tersebut termasuk berasal dari perbankan. Bank Himbara yang memiliki eksposur kredit cukup besar ke saudara-saudaranya sesama BUMN saat ini dihadapkan dengan risiko besar jika tidak segera dilakukan penyelesaian.
Selain Garuda Indonesia yang menghadapi krisis keuangan dengan total utang jatuh tempo hingga Mei 2021 mencapai Rp 70 triliun, ada beberapa BUMN lain yang sedang merugi dan sekaligus dihadapkan dengan tingginya utang jangka pendek.
Baca Juga: Restrukturisasi utang perusahaan pelat merah, beban berat bank-bank BUMN
PT Waskita Karya Tbk misalnya per akhir 2020 memiliki utang jangka pendek Rp 43 triliun dimana Rp 17,86 triliun merupakan utang bank jangka pendek dan Rp 1,22 triliun utang bank jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam setahun. Tahun lalu, perusahaan konstruksi ini merugi Rp 9,49 triliun.
Adapun pinjaman jangka pendek Garuda Group ke perbankan per September 2020 mencapai US$ 754,3 juta dan utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu setahun mencapai US$ 92,6 juta.
PT Angkasa Pura II juga merugi Rp 2,49 triliun tahun lalu. Pengelola bandara yang berfokus pada area Indonesia bagian barat ini tercatat memiliki utang jangka pendek per Desember 2020 sebesar Rp 6,78 triliun, itu termasuk utang bank jangka pendek sebesar Rp 526,55 miliar dan utang bank jangka panjang yang jatuh tempo dalam setahun sebesar Rp Rp 229,59 miliar.
Utang bank jangka pendek ini berasal dari BNI sebesar Rp 362,9 miliar yang jatuh tempo pada 28 Mei 2021 dan sisanya dari Maybank Indonesia yang jatuh tempo 3 Juni 2021..
PT Angkasa Pura I mencatatkan utang jangka pendek Rp 4,76 triliun per akhir 2020 dimana Rp 110,49 triliun merupakan utang bank jangka pendek dan Rp 281,5 miliar utang pinjaman bank jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam setahun. Pengelola bandara yang fokus di wilayah timur ini membukukan kerugian Rp 2,32 triliun tahun lalu.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI ) tercatat memiliki kredit ke pihak berelasi dengan perseroan, termasuk ke BUMN selaku institusi yang sama-sama dimiliki pemerintah, sebesar Rp 100,99 triliun per Maret 2021. Itu setara 18,05% terhadap total kredit perseroan.
David Pirzana, Direktur Manajemen Risiko BNI mengatakan, beberapa kredit ke BUMN sudah berhasil direstrukturisasi seperti Krakatau Steel dan PTPN Group dan beberapa sedang dalam proses menuju restrukturisasi.
"Beberapa kasus yang kita sudah restrukturisasi, mendapat dukungan yang kuta dari pemerintah melalui Kementerian untuk memfasilitasi prosesnya dan melakukan komunikasi dengan kreditur di luar Himbara," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (4/6).
Adapun debitur BUMN di BNI yang sedang dalam proses untuk direstrukturisasi adalah Waskita dan Garuda. David bilang, keduanya sudah masuk masuk Loan at Risk (LaR) atau kredit berisiko.
Keduanya tidak diberikan program restrukturisasi Covid-19 karena tidak memenuhi syarat atau sudah bermasalah sebelum pandemi mencuat. Program relaksasi restrukturisasi Covid-19 hanya boleh diberikan kepada debitur yang usahanya bermasalah setelah pandemi.
Baca Juga: Kredit konsumsi perbankan mulai melesat berkat insentif pemerintah
Untuk memitigasi potensi pemburukan aset pada debitur BUMN yang mengalami masalah, BNI sudah menyiapkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang cukup. Jumlah pencadangan yang dialokasikan berbeda tergantung dengan kondisi di masing-masing BUMN.
Semakin besar potensi kerugiannya maka CKPNnya semakin besar. "Sebagai ilustrasi, CKPN Garuda lebih besar dibanding Waskita," ujar David.
Sementara BRI tercatat memiliki kredit ke pihak afiliasinya sebesar Rp 75,103 triliun atau 8,21% terhadap total kredit perseroan per Maret 2021.
Menurut Agus Sudiarto, Direktur Management Resiko BRI, kualitas kredit ke debitur BUMN di BRI secara umum cukup terjaga dengan baik dengan rasio non performing loan (NPL) sekitar 1,3%. Itu masih berada di bawah NPL BRI secara total.
Agus mengakui, beberapa BUMN mengalami penurunan performa akibat pandemi Covid-19. Untuk debitur-debitur yang menghadapi gangguan ini telah dilakukan restrukturisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Beberapa restrukturisasi yang sudah terlaksana dengan baik diantaranya Krakatau Steel dan PTPN Group," ungkapnya.
Agus tidak menyebutkan BUMN mana yang mengalami masalah dan sedang dalam proses untuk restrukturisasi. Namun, bank ini tercatat memiliki kredit Rp 3,3 triliun ke Garuda Group per Maret 2021 dan Rp 2,76 triliun ke Waskita.
Sedangkan Bank Mandiri tercatat memiliki eksposur kredit ke pihak berelasi paling besar dibanding Himbara lainnya. Totalnya mencapai Rp 181,48 triliun atau 18,85% terhadap total kredit perseroan per Maret 2021. Pihak berelasi ini bukan hanya BUMN, tetapi juga karyawan kunci Bank Mandiri dan perusahaan yang memiliki kaitan dengan pengurus perseroan.
Untuk mengantisipasi risiko pemburukan kredit, Bank Mandiri telah menyiapkan CKPN sebesar Rp 67,26 triliun hingga Maret 2021. Adapun BTN memiliki outstanding kredit ke pihak berelasi Rp 16,97 triliun atau 6,49% terhadap total kredit perseroan. Sebagian besar diberikan pada perusahaan pelat merah yang berkaitan dengan properti dan konstruksi.
Selanjutnya: Menimbang untung rugi empat opsi penyelamatan Garuda (GIAA), mana pilihan terbaik?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News