kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.904   26,00   0,16%
  • IDX 7.205   64,44   0,90%
  • KOMPAS100 1.107   12,16   1,11%
  • LQ45 879   12,29   1,42%
  • ISSI 221   1,13   0,52%
  • IDX30 449   6,77   1,53%
  • IDXHIDIV20 541   6,33   1,18%
  • IDX80 127   1,54   1,22%
  • IDXV30 135   0,55   0,41%
  • IDXQ30 149   1,80   1,22%

Bank Mega Syariah terseret kasus gadai emas?


Kamis, 08 Mei 2014 / 05:05 WIB
Bank Mega Syariah terseret kasus gadai emas?
ILUSTRASI. Informasi mengenai hal-hal seperti keywords yang paling ngetren, paling banyak dicari di Google sepanjang 2022


Reporter: Tedy Gumilar, Nina Dwiantika, Issa Almawadi | Editor: Sandy Baskoro

JAKARTA. Kasus money game berkedok investasi emas Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) dan Gold Bullion Indonesia (GBI) merembet kemana-mana. Tak cuma menyeret Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan sertifikat syariah untuk GTIS dan GBI, Bank Mega Syariah pun diduga terlibat dalam pusaran kasus investasi emas bodong itu.

Jejak Mega Syariah terekam di empat kantor cabang di Jawa Tengah, yakni Mega Syariah Cabang Semarang, Ungaran, Kendal dan Karangayu. Menurut seorang nasabah, dia dibujuk oleh karyawan Mega Syariah, bernama Fresiyanto Novendi yang juga berperan sebagai agen marketing GTIS dan GBI.

Fresiyanto merayu nasabah agar mau membeli emas dengan skema fisik di GTIS dan GBI. Sebagai pemanis, Mega Syariah mengucurkan pembiayaan 60% dari harga pembelian emas GTIS dan GBI.

Emas itu kemudian digadai ke Mega Syariah dan nasabah mendapat uang gadai 60% untuk kembali membeli emas di GTIS dan GBI, kemudian digadai lagi ke bank milik pengusaha Chairul Tanjung ini. Dengan cara itu, keuntungan yang mungkin didapat nasabah bisa berlipat ganda.

Rayuan ini membuat nasabah tergiur. Apalagi, seringkali dana talangan diberikan lebih dulu sebelum emas diterima Bank Mega Syariah.

Belakangan, masalah muncul ketika pembayaran bonus dari GTIS dan GBI macet. Saat jatuh tempo, nasabah tak bisa menebus emas, Mega Syariah lantas melelangnya. Hampir 100% dana hasil lelang dikuasai Mega Syariah. Sisa hasil lelang yang dikembalikan ke nasabah sangat kecil. Misalnya dari hasil lelang Rp 100 juta, nasabah hanya dapat Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.

Ia menuding, kerugian terjadi karena ada peran Mega Syariah. Menurutnya, di awal  kelahiran Gold Bullion Indonesia Syariah (GBIS), yang semula GBI, Mega Syariah Semarang memberikan fasilitas. "Tiga bulan pertama GBI Semarang belum punya kantor sendiri. Selama itu GBI bertransaksi di lantai 1 ruang rapat Bank Mega Syariah Semarang," kata si nasabah.

Nasabah juga menuding, praktik gadai emas di Mega Syariah melanggar aturan Bank Indonesia tentang batas gadai maksimal Rp 250 juta untuk setiap nasabah. Selama tahun 2011-2013, total nilai gadai emas nasabah itu di Mega Syariah mencapai belasan miliar rupiah.

Agar tak terkena aturan batas maksimal gadai, Mega Syariah diduga mengakali, dengan memecah kepemilikan dengan memalsukan identitas nasabah. Nasabah baru mengetahui hal ini ketika meminta semua fotokopi arsip surat gadai ke Mega Syariah.

Kasus ini telah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IV Semarang dan Polda Jawa Tengah. Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Alloysius Liliek Darmanto, bilang kasus ini telah ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng sejak 23 November 2013.

Tapi pada 24 April 2014, proses hukumnya dilimpahkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng. Sebab, kasus ini termasuk tindak pindana khusus bidang ekonomi. "Kasus masih dalam penyelidikan dan pendalaman oleh serse khusus," kata Liliek.

Informasi yang diperoleh KONTAN, pada pekan ketiga Mei 2014, polisi akan memanggil pihak terkait, termasuk Mega Syariah Semarang. Kasus ini menimpa beberapa nasabah. Mereka berharap polisi bisa mengungkap kasus ini.

Saat dikonfirmasi, manajemen Mega Syariah membantah keterlibatannya. "Intinya kami tidak ada kaitannya dengan mereka (GTIS dan GBI)," kata Eko Sukapti, Direktur Bisnis Mega Syariah, kepada KONTAN, Rabu (7/5).

OJK juga siap bergerak. "Kami akan panggil bank, jika melampaui ketentuan per nasabah maksimal Rp 250 juta," Edy Setiadi, Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×