Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank umum konvensional semakin mematangkan rencana spin off unit usaha syariah (UUS) yang dimiliki. Peraturan Bank Indonesia 11/10/PBI/2009 menyebutkan bahwa UUS harus dipisahkan dari induk jika nilai asetnya mencapai 50% dari total induk.
Beleid tersebut juga memuat kewajiban UUS yang asetnya belum mencapai 50%, tetap harus dipisahkan paling lambat 15 tahun setelah terbitnya UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Artinya regulator memberikan batas akhir penyapihan UUS hingga 2023.
Semakin dekatnya tengat waktu membuat beberapa bank umum konvensional mematangkan aksi spin off UUS. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk misalnya mulai memasukan spin off ke dalam rencana bisnis bank (RBB) 2019.
"Apapun yang akan dilakukan (IPO atau akuisisi) pada UUS BTN, kami harus spin off terlebih dahulu. Aksi ini direncanakan mulai tahun ini," ujar Direktur Strategi, Risiko dan Kepatuhan BTN Mahelan Prabantarikso Selasa (19/2).
Namun, upaya ini nampaknya belum bisa terlaksana dengan cepat. Sebab Mahelan mengatakan, rencana spin off dibidik untuk masuk bank umum kategori umum (BUKU) III sama halnya dengan kedudukan BTN saat ini. Adapun syarat agar dapat masuk kategori BUKU III hendaknya memiliki modal inti sebesar Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun.
Begitupun dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) yang tengah fokus merampungkan spin off UUS. Sesuai dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Jatim ingin anak usaha yang dibentuk nantinya masuk kategori Bank BUKU II atau bermodal inti Rp 1 triliun.
"Pemegang saham yakni Pemerintah Provinsi Jawa Timur tengah fokus pada pengembangan unit usaha syariah (UUS) Bank Jatim menjadi bank umum syariah (BUS)," ujar Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha kepada Kontan.co.id pada Selasa (20/2).
Ferdian menyebut pihaknya sudah menyiapkan langkah spin off ini dengan matang. Bank dengan sandi saham BJTM ini sudah menyetorkan modal sebesar Rp 502 miliar sekaligus mengajukan izin ke OJK.
Guna memenuhi ketentuan menjadi bank BUKU II, pemegang saham dominan yakni Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah menyatakan komitmen untuk menyetorkan dana tambahan sebesar Rp 525 miliar.
"Masalah spin off, cuma satu yakni setoran modal. Setoran modal itu komitmen dari pemda ada dua tahap, pertama di penghujung kuartal I-2019 sebesar Rp 200 miliar. Lalu di kuartal II-2019 sebesar Rp 325 miliar. Kalau sudah jalan, maka Oktober atau November 2019 sudah bisa spin off," tutur Ferdian.
Ferdian bilang, pasca menyetorkan dana sebesar Rp 502 miliar, Bank Jatim sebenarnya sudah mengantongi izin untuk melepas UUS-nya. Namun OJK memberi waktu selama enam bulan agar memebuhi modal setidaknya Rp 1 triliun. Bila terpenuhi, maka secara otomatis, spin off dapat dilakukan.
Ferdian mengaku alasan OJK meminta spin off menjadi BUKU II agar produk dari anak usaha syariah ini, nantinya dapat sejalan dengan produk yang sudah dijalankan oleh Bank Jatim. Ferdian mencontohkan produk internet dan mobile banking yang bisa terkoneksi. Namun bila hanya bank BUKU I maka produk layanan juga akan terbatas.
Namun beberapa bank merasa belum perlu menunaikan kebijakan otoritas dalam waktu dekat. PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) misalnya akan melakukan spin off pada jelang batas tengat waktu yang ditentukan.
Direktur Syariah Danamon Hery Hykmanto menyebut pihaknya tidaka akan buru-buru melakukan spin off. Bank Danamon akan menyapih UUS mengikuti aturan yakni pada 2023.
Begitu pun dengan Direktur Syariah CIMB Pandji Djajanegara bilang masih akan fokus pada pekerjaan internal terlebih dahulu. Pihaknya berencana akan menjadi UUS menjadi bank umum pada 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News