kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank nasional pilih garap pasar lokal


Kamis, 17 Juli 2014 / 11:59 WIB
Bank nasional pilih garap pasar lokal
ILUSTRASI. Ilustrasi gula darah tinggi.


Reporter: Dea Chadiza Syafina, Adhitya Himawan, Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pintu bagi perbankan nasional untuk berekspansi membuka cabang di luar negeri mulai terbuka. Ini setelah ada kemajuan dalam pembahasan aturan Qualified Asean Bank (QAB).

Kemajuannya adalah sudah ada persetujuan untuk memasukkan asas resiprokal alias kesetaraan dalam poin kesepakatan. Ini jelas angin segar bagi bank nasional terutama yang masuk kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) IV atau yang bermodal inti di atas Rp 30 triliun untuk melebarkan sayap bisnisnya ke regional.
Toh begitu, para bankir justru melihat prospek pasar di dalam negeri masih sangat menjanjikan ketimbang menggarap pasar negara lain.

Jahja Setiatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengatakan, BCA menyambut positif soal asas kesetaraan yang akhirnya masuk dalam kesepakatan pembahasan Asian Banking Integration Framework (ABIF). Namun, bagi dia, pasar dalam negeri justru masih berpotensi untuk diolah.

Maka itu, BCA belum berniat menggarap pasar luar negeri. BCA tetap akan fokus mengembangkan sayap bisnis di dalam negeri. Ini dengan pertimbangan potensi bisnis pembiayaan dan penghimpunan dana masih besar. Lagi pula, belum semua penduduk Indonesia mendapatkan layanan atau terakses oleh industri perbankan.

BCA juga tidak memiliki strategi khusus untuk mengembangkan bisnis di dalam negeri. "Terus saja mengembangkan jaringan dan cabang untuk kuasai pasar. Maka kami akan terus unggul," kata Jahja, Rabu (16/7).

Masuknya bank asing ke Indonesia tak perlu ditakuti. Menurut Jahja, sejak tahun 1990, sudah banyak bank asing kelas dunia masuk ke Indonesia. Misalnya, Citibank Indonesia, HSBC Indonesia, Standard Chartered, dan Deutsche Bank. Namun, tak satu pun dari bank itu yang masuk dalam peringkat 10 besar bank di Indonesia.

Kecuali, bank lokal yang diakuisisi oleh asing, seperti CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia (BII), dan Bank Permata. "Jadi kenapa mesti takut dengan asing," kata Jahja.

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga belum menyiapkan rencana ekspansi ke luar negeri. BNI masih menunggu kesepakatan asas resiprokal yang akan disahkan akhir 2014.

Gatot Soewondo, Direktur Utama BNI bilang, jika memang asas kesetaraan itu sudah disepakati, pihaknya akan melakukan kajian tentang apa saja yang perlu dikembangkan bank beraset Rp 391,93 triliun per Mei 2014 itu. "Belum bisa detail, karena persyaratannya kami belum tahu," tutur dia.

Kendala permodalan
Jika kelak asas resiprokal disepakati, bank-bank Indonesia bisa lebih leluasa masuk membuka kantor cabang di negara Asean. Tak ada lagi kendala bagi bank-bank lokal untuk menggarap pasar perbankan di luar negeri lantaran terbentur aturan ketat.

Seperti dialami Bank Mandiri yang hanya memiliki satu cabang di Singapura. Layanannya pun kini dibatasi hanya bagi nasabah korporasi saja.
Meski asas resiprokal diterapkan, pengamat perbankan Fauzi Ichsan menilai, bank-bank dalam negeri masih akan kesulitan karena keterbatasan permodalan untuk mengembangkan usaha.

Total aset bank-bank di Indonesia masih kecil dibandingkan total aset bank-bank negara tetangga, terutama Singapura dan Malaysia. Mau tak mau, jalan keluarnya adalah konsolidasi perbankan harus segera dilakukan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×