Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah penyebaran pandemi virus corona (Covid-19), pemerintah bersama dengan regulator telah mempersiapkan amunisi bagi perbankan untuk mengantisipasi kebutuhan dana tambahan alias likuiditas. Sejatinya, perbankan memang punya banyak opsi penggalangan dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, mulai dari pasar uang antar bank hingga surat berharga.
Lantaran kondisi pasar yang belum bisa dibilang stabil, Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi virus Corona (Covid-19).
Baca Juga: Bank Tabungan Negara (BBTN) mulai merealisasikan buyback saham
Dalam pasal 16 Perppu tersebut dinyatakan bahwa Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. Antara lain kepada Bank Sistemik atau bank selain Bank Sistemik.
Nah, pada poin b di pasal 19 dijelaskan bahwa BI diperkenankan untuk memberikan pinjaman likuiditas khusus (PK) kepada bank sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dan tidak memenuhi persyaratan pemberian pinjaman jangka pendek yang dijamin oleh Pemerintah dan diberikan berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"BI bersama OJK melakukan penilaian mengenai pemenuhan kecukupan agunan dan perkiraan kemampuan bank untuk mengembalikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah," tulis pasal 17 ayat 1b.
Nah, fasilitas likuiditas tersebut juga berlaku untuk perbankan syariah apabila membutuhkan likuiditas. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Perusahaan PT Bank BNI Syariah Bambang Sutrisno mengatakan pihaknya sangat mendukung kebijakan pemerintah, terlebih dalam menjaga likuiditas di tengah gejolak ekonomi saat ini.
Baca Juga: OJK sarankan nasabah segera ajukan permohonan keringanan kredit
"Likuiditas tersebut jelas dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan bisnis bank baik untuk ekspansi pembiayaan yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi riil," terangnya kepada Kontan.co.id, pekan lalu (3/4).
Meski begitu, nampaknya anak usaha PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) tersebut belum akan membutuhkan likuiditas tambahan dalam waktu dekat. Pasalnya, menurut data perseroan per Februari 2020 posisi Financing to Deposit Ratio (FDR) BNI Syariah masih 70,7%. Posisi ini jauh lebih longgar dibanding FDR industri perbankan syariah sebesar 77,9%.
Di sisi lain, kinerja perseroan juga masih terbilang posiitf. Tercermin dari aset yang masih naik 18,9% secara year on year (yoy) menjadi Rp 50 triliun per Februari 2020. Dibarengi dengan dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 22,2% yoy sedangkan pembiayaan naik 9,7% yoy.
Baca Juga: Wajib tahu! Jika tak ajukan keringanan kredit, kendaraan tetap bisa ditarik
Senada, Sekretaris Perusahaan PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) Mulyatno Rachmanto juga menuturkan posisi likuiditas industri syariah dan perseroan masih aman. "FDR BRIS masih di kisaran 92% masih aman untuk ekspansi," ujarnya, Minggu (6/4).
Lebih lanjut, Mulyatno menegaskan kalau pihaknya sebenarnya sudah menyiapkan rencana alternatif pendanaan bila likuiditas dirasa kurang. "Namun, dengan diperkenankannya bank syariah melakukan pinjaman likuiditas di BI, juga menjadi salah satu alternatif yang baik bila bank syariah dalam kondisi kesulitan likuiditas," paparnya.
Sekadar tambahan informasi saja, merujuk statistik perbankan syariah (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir Januari 2020 posisi FDR bank syariah ada di level 77,9%. Posisi ini terbilang stabil kalau dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Menilik prospek saham perbankan di tengah pandemi Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News