Reporter: Dikky Setiawan, Maizal Walfajri | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Bagi umat muslim di negeri ini menunaikan ibadah haji atau umrah ke tanah suci Mekkah utamanya memang untuk menjalankan perintah ajaran agama. Tapi lebih dari itu, ritual ini sudah menjadi tradisi turun-temurun yang berlangsung selama ratusan tahun.
Untuk mewujudkan impiannya itu, mereka harus mempersiapkan semua kebutuhannya secara matang. Selain butuh kesiapan fisik dan mental, pergi haji dan umrah juga memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Toh, banyak cara bagi para calon jamaah untuk dapat mengumpulkan dana agar tujuannya bisa tercapai. Salah satunya adalah menabung di bank. Saat ini, hampir semua bank konvensional maupun syariah memiliki produk tabungan haji dan umrah.
Yang terbaru, PT Maybank Indonesia Tbk melalui unit usaha syariah (UUS) meluncurkan tabungan haji dan umrah dengan brand MyArafah, Rabu dua pekan lalu (1/8). Sebelumnya, Juli lalu BCA lebih dulu meluncurkan Tahapan Mabrur.
Bukan tanpa alasan bank berebut dana simpanan haji dan umrah. Potensi bisnis tabungan haji dan umrah di Indonesia memang sangat besar. Saban tahun, ada sekitar 600.000 calon jamaah haji dan umrah di tanah air. Nah, jika dana yang disetorkan rata-rata Rp 25 juta per orang, maka potensi bisnisnya mencapai Rp 15 triliun.
Karena itu, John Kosasih, Presiden Direktur BCA Syariah, menegaskan, ke depan pihaknya akan terus menggenjot dana tabungan haji dan umrah. Salah satu strateginya, BCA Syariah akan melakukan pengembangan infrastruktur, baik fisik seperti kantor cabang maupun digital. “Jadi, kenyamanan dan keamanan nasabah terjaga baik,” imbuh John.
Terpacu kuota haji
Langkah bank-bank syariah di tanah air getol mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK) dari para jamaah haji dan umrah juga dipicu oleh faktor lain. Pada musim haji 2017 lalu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz memberikan kuota tambahan kepada jamaah haji Indonesia. Nah, Kementerian Agama lalu mempermanenkan angka kuota tambahan itu agar tidak turun di tahun berikutnya.
Ada dua jenis penambahan. Pertama, jumlah jamaah haji dinormalkan kembali menjadi 211.000, dari yang sebelumnya hanya 168.000. Jumlah ini normal untuk Indonesia berdasarkan rasio jumlah yang telah disepakati negara OKI.
Penambahan kedua, yakni penambahan 10.000 orang jamaah. Khusus penambahan kategori dua ini merupakan pemberian Raja Salman karena insiden crane. Jadi, total jamaah haji pada tahun 2017 ialah 221.000 jamaah. Dan, jumlah kuota ini tetap dipertahankan hingga musim haji 2018.
Tak pelak, kondisi tersebut dilihat oleh para bankir syariah sebagai peluang untuk mempertebal kocek DPK dari jamaah haji dan umrah. Ambil contoh PT BNI Syariah yang menargetkan hingga akhir tahun dapat mengelola dana haji dan umrah sebesar Rp 10,3 triliun.
Dhias Widhiyati, Direktur Bisnis BNI Syariah, mengatakan, hingga Juni 2018 pihaknya mampu menghimpun tabungan haji sebesar Rp 1,41 triliun. Nilai tersebut terhimpun dari 538.000 akun tabungan.
Nilai tabungan haji dan umrah tadi tumbuh 33,8% secara tahunan atau year on year (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,05 triliun. “Sedangkan total dana haji dan umrah yang dikelola di BNI Syariah mencapai Rp 9,9 triliun, atau sekitar 30% dari total DPK keseluruhan,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News