Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Suku bunga kredit dalam industri perbankan Indonesia menimbulkan dugaan adanya kartel. Tapi para bankir berkeras tidak ada kartel atau penetapan harga antar bank untuk memberikan bunga kredit kepada debitur. Krishna R. Soeparto, Direktur Korporasi PT Bank Negara Indonesia (BBNI) mengatakan tidak ada para bankir duduk sama-sama untuk menyamakan bunga kredit untuk pasar yang ideal.
"Kita tidak pernah duduk bareng untuk membicarakan soal bunga kredit, karena setiap debitur mendapatkan bunga yang berbeda-beda sesuai kelayakannya," jelas Krishan R. Soepartono, Kamis (10/3). Ia menuturkan bahwa pengumuman transparansi suku bunga dasar kredit itu sehat dalam mengetahui bunga perbankan, namun bank berlogo 46 ini belum ada rencana ada penurunan suku bunga kredit. Jika inflasi bisa turun, maka bunga kredit dana pihak ketiga (DPK) akan rendah.
Sepaham dengan Krishna, Direktur Corporate Banking Head PT Bank Danamon (PDMN) yakni Hery A. Zainal menegaskan selama ini tidak ada kartel dalam industri perbankan, selain itu makna kartel tersebut masih belum jelas, apakah memang menyamakan suku bunga kredit. "Danamon bersama 4 bank lain menyalurkan kredit ke Trikomsel dengan bunga yang sama, apakah itu disebut kartel juga, karena sindikasi itu kan bunganya sama semua," terang Zainal.
Krishna menambahkan, pihaknya siap jika akan di panggil oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan akan menjelaskan soal ketentuan harga atau bunga yang diberikan oleh BBNI.
Sebelumnya, komisi KKPU mulai memanggil industri perbankan bulan ini. Pemanggilan terkait dengan penyelidikan dugaan praktek kartel industri perbankan dalam menentukan bunga kredit.
KPPU akan meminta keterangan setiap bank dalam proses pengambilan keputusan penetapan bunga bank. Tak hanya bank tertentu yang akan dipanggil, melainkan semua bank yang melakukan bisnis di Indonesia.
Secara umum, ada empat pilar yang menjadi fokus KPPU. Pertama, kegiatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kedua, industri pasar tinggi karena rawan penyelewengan. Ketiga, industri yang sensitif dalam artian jika terdapat perubahan sedikit maka harga akan bergejolak tinggi. Keempat adalah infrastruktur dan layanan publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News