kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Banyak fintech lending berguguran, apakah ada peluang untuk merger?


Rabu, 04 Agustus 2021 / 16:35 WIB
Banyak fintech lending berguguran, apakah ada peluang untuk merger?
ILUSTRASI. Peer to Peer Lending.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di saat pinjaman yang disalurkan oleh fintech lending terus tumbuh, justru banyak pemain fintech lending yang berguguran dengan mengembalikan tanda terdaftarnya. Mayoritas dari mereka dinilai tidak memiliki kinerja yang positif sehingga menyerah dan sejatinya berpeluang untuk melakukan kolaborasi dalam bentuk merger.

Kalau melihat data OJK hingga paruh pertama tahun ini, baki debet pembiayaan fintech lending sejatinya tumbuh signifikan hingga 98,13% secara tahunan menjadi Rp 23,38 triliun. Sebaliknya, jumlah pelaku fintech lending malah terus berkurang sejak akhir tahun lalu yang berjumlah 149 pemain kini hanya tersisa 121 pemain.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan mengakui bahwa saat ini kontribusi tiap pemain fintech lending masih belum rata. Berdasarkan catatannya, 20% dari jumlah pemain fintech lending yang ada saat ini telah menguasai 77,5% pangsa pasar yang ada.

Baca Juga: Amartha bersama Kitabisa galang dana untuk 1000 pencahayaan tenaga surya di Sumsel

“Industri peer-to-peer lending ini memang dikuasai oleh pemain-pemain besar. kontribusinya masih belum merata,” ujar Bambang kepada KONTAN.

Hanya saja, Bambang menyebut kalau sebenarnya pemain fintech lending yang  kecil tidak bertahan bukan karena tidak mampu bersaing dengan yang besar karena sebenarnya pangsa pasar masih sangat luas. Menurutnya, pemain-pemain fintech lending ini perlu mengeksplorasi model bisnisnya agar sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat.

“Tantangan bagi platform adalah membuat produk, model bisnis, dan mengeksplorasi ekosistem secara optimal yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan UMKM,” imbuh Bambang.

Beberapa pemain fintech lending di Indonesia memang diakui memiliki jumlah akumulasi pendanaan yang memiliki porsi besar dari keseluruhan akumulasi dana industri fintech lending yang sampai Mei 2021 mencapai Rp 207,1 triliun. 

Salah satu pemain fintech lending yang memang cukup besar di Indonesia ialah Modalku yang berdiri sejak tahun 2016. Berdasarkan informasi di situs web resminya, total pendanaan dari fintech yang saat ini sudah beroperasi di 4 negara ini sampai Agustus 2021 tercatat sebesar 25,27 triliun.

Baca Juga: Bank Permata berniat jual lisensi kartu kreditnya?

Tak mau kalah, Investree yang resmi berdiri sejak tahun 2015 sudah menyalurkan pendanaan mencapai Rp 7,62 triliun. Di tahun 2021 sendiri, perusahaan juga telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp 1,88 triliun dengan jumlah borrower aktif sebanyak 4014 borrower.

Ada juga Koinworks yang sudah cukup banyak menyalurkan pendanaan untuk sektor produktif sejak mereka berdiri di tahun 2016. Tercatat, nilai pinjaman mereka sejak berdiri sudah mencapai Rp 5,05 triliun sampai Juni 2021 dan di tahun ini sudah menyalurkan sebanyak Rp 1,58 triliun.

“Di semester dua ini, kami melihat lebih positif untuk capai target sampai akhir 2021 yaitu penyaluran total hingga Rp 7 triliun. Tentunya kami sudah menyiapkan produk baru yang akan di rilis pada kuartal 3 ini,” ungkap CMO KoinWorks Jonathan Bryan.

Peluang merger atau akuisisi

Untuk menghadapi pemain-pemain besar fintech lending tersebut bahwa merger atau akuisisi adalah salah satu hal yang bisa dilakukan oleh penyelenggara. 

Bambang menyebut bahwa aksi tersebut juga bisa menjadi pilihan mengingat ke depan OJK akan mengatur ketentuan ekuitas minimum yang harus dipenuhi sehingga pemegang saham harus menambah modal bila ternyata penyelenggara tak mampu menghasilkan pendapatan untuk meningkatkan ekuitasnya.

“Aksi tersebut bisa mensinergikan antar platform sehingga kinerja perusahaan hasil merger atau akuisisi dapat terdongkrak maksimal,” imbuh Bambang.

Baca Juga: Startup banjir suntikan dana dari modal ventura

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah turut berpendapat kalau merger dan akuisisi merupakan suatu hal yang dapat terjadi di semua bisnis, tak terkecuali fintech lending. Hanya saja, ia melihat bahwa aksi tersebut cuma salah satu alternatif di antara banyak jalan yang bisa dilakukan.

“Banyak jalan lain yang dapat ditempuh penyelenggara Fintech dalam mengembangkan dan memperkuat usahanya ke depan. AFPI terus menginisiasi kolaborasi dengan berbagai komunitas dan ekosistem dalam rangka membuka jalan bagi terjadinya kolaborasi,” ujar Kus.

Menurutnya, kolaborasi menjadi salah satu langkah tepat dalam rangka memperkuat ekosistem usaha dari pemain fintech. Karenanya, penting bagi pemain fintech lending untuk memiliki keterkaitan dengan ekosistem tertentu.

“Apalagi keterkaitan dengan ekosistem digital yang akan sangat mendorong percepatan pertumbuhan fintech,” pungkas Kus.

Selanjutnya: Modalku hadirkan pinjaman terproteksi, tanpa biaya tambahan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×