kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Banyak insentif untuk bank penyalur kredit UMKM


Kamis, 10 Januari 2013 / 10:34 WIB
ILUSTRASI. Beberapa jenis bahan alami dapat Anda manfaatkan sebagai cara mengatasi mata bengkak. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)


Reporter: Nina Dwiantika, Nurul Kolbi |

JAKARTA. Beruntunglah bank yang selama ini rajin menggelontorkan kredit ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Mereka memperoleh banyak insentif berupa keringanan aturan dari Bank Indonesia (BI).

Berbagai perlakuan istimewa itu tecermin dalam PBI Nomor 14/26/2012 Tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. BI meneken beleid yang beken dengan sebutan aturan multilisensi ini pada 28 Desember 2012 dan memublikasikannya pekan lalu.

Sedikitnya, BI memberikan tiga jenis insentif. Pertama, bank yang bermodal inti kurang dari ketentuan, bisa tetap memperoleh izin pembukaan cabang. Tapi, dengan syarat, portofolio kredit UMKM nya minimal 20% dari total kredit.

Kedua, bank yang modal intinya mencukupi, tingkat kesehatan bagus dan portofolio kredit UMKM  lebih dari 20%, akan mendapatkan izin tambahan. Ketiga, bank yang membuka kantor fungsional atau unit khusus melayani nasabah UMKM, juga akan dikecualikan dari syarat permodalan inti. Ketentuan ini tentu melegakan pelaku UMKM dan perbankan.

Sebelum BI resmi memublikasikan aturan ini, sejumlah bankir mikro dan bank kecil cemas bakal terbatas ekspansinya. Bank kecil khawatir dengan permodalannya, sedangkan bank spesialis mikro dag-dig-dug dengan NIM mereka. Dalam beberapa kesempatan, pejabat BI selalu mengatakan, akan mengaitkan izin dengan modal inti serta rasio efisiensi.

Deputi Direktur Pengaturan BI, Pungky Purnomo Wibowo, menjelaskan pemberian insentif ini agar kredit mikro tumbuh besar. Maklum, perbankan masih pelit mengucurkan dana ke sektor ini. Berdasarkan data BI per September 2012, kredit ke UMKM sebesar Rp 486,25 triliun, atau hanya 19,7% dari total kredit.

Soal NIM, BI akan menggiringnya lewat regulasi lain. Pungky mengatakan, BI akan meluncurkan aturan suku bunga dasar kredit (SBDK) mikro pada tahun ini.

Ekonom, Tony Prasentiantono, berpendapat BI boleh saja memberikan insentif, tapi jangan terus-terusan. Misalnya, BI memberikan toleransi waktu maksimal empat tahun. Setelah itu, bank harus memenenuhi persyaratan modal inti untuk membuka cabang.

Pungky belum bisa memastikan apakah ada revisi aturan jika bank-bank sudah banyak menggelontorkan kredit ke UMKM, tapi modal inti belum mencukupi. 

Ekonom Unika Atma Jaya, Agustinus Prasetyantoko, menuturkan pemberian insentif dapat mendorong financial inclusion. Ini keringanan bagi bank yang agresif memberikan kredit ke UMKM.

Menurut dia, tidak perlu ada yang dikhawatirkan jika bank-bank penyalur kredit UMKM mencetak NIM tinggi. Untuk menurunkan NIM, tugas BI adalah mengundang pemain baru sebanyak-banyaknya. Kompetisilah yang akan menekan bunga.

Nah, jika bank yang bermain di mikro sudah membeludak, tetapi bunga kredit tetap tinggi, BI perlu memantau bank-bank pemain mikro dan menengah tersebut. "BI juga bisa menyelidiki bank pemberi bunga kredit tinggi tersebut," tambah Prasetyantoko.

Ahmad Erani Yustika, Guru Besar Universitas Brawijaya (Unibraw), menilai perlakuan istimewa bank sentral terhadap bank yang menyalurkan kredit UMKM sudah tepat. Sudah sepatutnya BI memberikan insentif berupa pengecualian aturan modal bagi bank yang mau menyalurkan kredit produktif ke masyarakat ekonomi bawah. "Menyalurkan kredit UMKM itu tidak mudah dan tidak murah, jadi bank pantas memperoleh insentif itu," katanya.

Memang, kata Erani, bank-bank spesialis UMKM menggetok NIM tinggi. Kondisi tersebut juga bertolak belakang dengan rencana BI yang ingin mempersulit ekspansi bank yang keterlaluan mengambil untung. "Tapi, pada akhirnya, BI harus membuat skala prioritas. Menomorsatukan akses kredit sudah tepat. Selanjutnya BI menggiring bank-bank mikro itu menurunkan NIM secara bertahap lewat regulasi yang lain," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×