Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Perbankan menargetkan penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) dan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Penurunan kedua rasio itu sebagai wujud efisiensi, agar pengajuan izin pembukaan cabang mudah mendapat persetujuan Bank Indonesia (BI). Seperti diketahui, dalam aturan multilisensi, BI akan mengkaitkan perizinan dengan NIM dan BOPO.
Berdasarkan data BI per Oktober 2012, bank umum mencatat penyusutan NIM, dari 5,95% menjadi 5,48% (year on year/yoy). Sedangkan rasio BOPO turun dari 86,44% menjadi 74,02%.
Kelompok bank pencetak NIM tertinggi adalah bank umum non-devisa sebesar 9,30% dan terendah bank asing sebesar 3,45%. Sementara, kelompok bank yang mencatat BOPO paling tinggi adalah bank umum non-devisa sebesar 79,28% dan BOPO terendah bank BUMN.
Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Achmad Baequni, mengatakan pihaknya akan menjaga NIM pada kisaran 8%-8,25%. Tahun 2012 ini, BRI telah memangkas rasio NIM dari 10% menjadi 8,5%. Penurunan ini terjadi karena perseroan memperlambat laju pertumbuhan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Untuk biaya operasional, BRI akan menjaga BOPO pada kisaran 71%-71%, meskipun pada pertengahan semester II/2012 BRI telah menurunkan rasio BOPO menjadi 61,76% dibandingkan periode yang sama sebelumnya 67,93%. "Ya, memang ada kenaikan tapi itu sedikit," katanya
Direktur Utama Bank BNI, Gatot M Suwondo, menyampaikan BNI akan tetap menjaga NIM minimal 5%. BNI memprediksi pertumbuhan kredit tahun depan mencapai 20%-22%. Per September 2012, bank berlogo angka 46 ini membukukan NIM 5,84% atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,92%. "Kami menargetkan NIM 5,5%-6%," ucapnya.
Sedangkan BOPO BNI pada tahun 2013 diperkirakan sama dengan tahun 2012. Perseroan berencana membuka kantor cabang di beberapa daerah yang membutuhkan investasi, sehingga menaikkan biaya operasional. "BOPO coba kami jaga di kisaran 65%-70%," tutur Gatot.
Direktur Keuangan CIMB Niaga, Wan Razly Abdullah, memprediksi perbankan akan menjaga NIM minimal 5%, karena pertumbuhan kredit di Indonesia masih di atas 20%. "Kami akan menurunkan NIM menjadi 5,6%, karena bank lain juga mulai menurunkan, tapi NIM tidak akan di bawah 5%," jelasnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, menilai fluktuasi NIM tergantung kredit dan perubahan komposisi kredit. Misalnya kredit tumbuh di atas rata-rata, NIM otomatis naik. Namun ada faktor lain yang mempengaruhi NIM: naik atau turunnya biaya dana
Andaikan bank menurunkan biaya dana tapi kredit tumbuh pesat, NIM tetap terjaga. "Selama beberapa indikator seperti profit, kredit, dana pihak ketiga (DPK) bisa mencapai target, NIM apa adanya saja, tidak bisa semuanya ditargetkan," ucap Jahja.
Pada kuartal III-2012, bank terafiliasi Grup Djarum ini mengukir NIM 5,42%, turun dari posisi sebelumnya 5,70%. Penurunan ini karena BCA memangkas bunga kredit. Maklum, dana murahnya melimpah.
Jahja menuturkan, BOPO dapat turun jika bank mampu menjaga profit, biaya operasional dan biaya pencadangan. Misalnya, memanfaatkan cabang yang ada untuk menghimpun dana atau menyalurkan kredit.
Direktur Keuangan Bank Tabungan Negara (BTN), Saut Pardede, menyampaikan, NIM adalah komponen perhitungan keuntungan bank. Tapi, bank dapat memperoleh keuntungan lain, misalnya pendapatan komisi. Bank yang fokus membiayai kredit properti ini menargetkan NIM 5,5%-5,7% sepanjang tahun 2013. "Bank akan menjaga NIM minimal 5%," tuturnya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News